Jakarta, O&G Indonesia-- Surat pengaduan terkait dugaan terjadinya kekeliruan (mismanagement) dalam pengelolaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) oleh manajemen, mendapat respon tidak hanya dari Kementerian BUMN, tetapi juga kalangan DPR.
Berdasarkan dokumen yang beredar, kasus tersebut terungkap melalui surat yang diterima Menteri BUMN Rini Soemarno pada 12 Maret 2015. Surat tersebut mendapat tanggapan, karena Kementerian BUMN meminta kepada Dewan Komisaris untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Ada beberapa hal penting termuat dalam surat yang sampai ke Kementerian BUMN ini. Di antaranya, terkait dengan tidak adanya pertumbuhan infrastruktur pipa transmisi gas sejak 2009 hingga saat ini.
“Pada kenyataannya, yang dikembangkan adalah portofolio di bidang keuangan seperti pembentukan anak perusahaan atau akuisisi sumur yang total investasinya USD1,4 miliar,” papar surat tersebut.
Sebagai contoh investasi di sektor hulu adalah pembelian area Shale Gas Fasken, Amerika Serikat, dari Swift Energy Co. Nilai pembelian hak atas kepemilikan lading sebesar 36% sebesar USD175 juta. Hal ini, seperti tertulis di surat pengaduan, mengubah arah bisnis perusahaan.
Masalah lain yang menjadi sorotan, seperti termaktub dalam surat, adalah investasi properti. Dalam surat disampaikan, PGN melalui Direktur Utama Hendi Prio Santoso bekerja sama dengan Gita Wirjawan, mantan Menteri Perdagangan, menyewa kantor di Equity Building, Jakarta, yang pada akhirnya batal digunakan oleh PGN lantaran ditentang oleh Dahlan Iskan, Menteri BUMN pada waktu itu.
Pada akhirnya, kantor yang sudah terlanjur disewa tersebut digunakan oleh anak perusahaan yang baru didirikan. Bahkan, PGN juga tercatat membeli 5 lantai tertinggi di gedung perkantoran Manhattan Tower di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. “Namun yang digunakan baru satu lantai,” ungkap surat tersebut.
Kasus lain yang dilaporkan adalah investasi pada Floating Storage Regasification Unit (FSRU) di Lampung yang diperkirakan menelan kerugian USD7,5 juta per bulan. FSRU merupakan kapal yang dilengkapi fasilitas penampungan gas alam cair (LNG) sebesar 170 ribu m3, serta peralatan untuk mengubah LNG dari bentuk cair ke bentuk gas atau proses regasifikasi.
Kapal tersebut dibangun oleh Konsorsium Hoegh asal Norwegia dan PT Rekayasa Industri. Posisi PGN merupakan penyewa, yaitu senilai USD300 juta selama 20 tahun, di luar sewa infrastruktur pedukung lainnya.
Dalam surat disebutkan, FSRU Lampung sejak akhir 2014 tidak berfungsi sama sekali karena tidak ada sumber energi gas dan pelanggan yang telah teken kontrak. Namun di lain sisi, PGN tetap harus membayar biaya sewa sesuai dengan perjanjian kepada Konsorsium Hoegh dan Rekind senilai USD150 ribu per hari. Selain itu, sewa tag boat sebesar USD50 ribu per hari yang disediakan oleh Limin dan Bayu Maritim.
Atas laporan tersebut, kantor Menteri BUMN dalam surat yang ditandatangani oleh Dwijanti Tjahjaningsih, Staf Ahli Bidang Usaha Tata Kelola, Sinergi dan Investasi pada 25 Juni 2015, meminta Dewan Komisaris membahas kasus tersebut. Kementerian BUMN melalui surat tersebut meminta agar seluruh laporan ditindaklanjuti penyelesaiannya.
Tak hanya berhenti sampai di situ, DPR-RI melalui Ketua Komisi VI Hafidz Tohir akan mempertanyakan masalah ini dengan Kementerian BUMN. Momentum mengangkat masalah tersebut, di antaranya dalam kesempatan rapat kerja. “Nanti saya sampaikan (ke Kementerian BUMN),” ujarnya kepada O&G Indonesia, beberapa waktu lalu.
Sementara Ketua Komisi VII Kardaya Warnika menegaskan, seharusnya pembangunan FSRU bisa terpakai. Jika tidak, seperti yang terjadi pada PGN tersebut maka yang ada adalah kerugian.
Kardaya mengungkapkan, FSRU Lampung milik PGN dimaksudkan untuk mengirim gas untuk PLN di Jawa Barat. “Menurut saya tidak layak,” ungkapnya kepada O&G Indonesia, beberapa waktu lalu. Dia menambahkan, “Di Jakarta saja ada FSRU yang belum terpakai.”
Mengenai biaya yang sebesar USD250 juta, Kardaya yang mantan pejabat pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menilai tergolong sangat besar. Apalagi sampai tidak terpakai.
Hingga saat ini, hasil tindak lanjut dari Dewan Komisaris belum terungkap. Tampaknya dengan alasan ini pulalah DPR akan mempersoalkan informasi tersebut ke Kementerian BUMN. (SB)
Kisruh Manajemen PGN, Undang Perhatian DPR dan Kementerian BUMN
Reviewed by OG Indonesia
on
Senin, September 14, 2015
Rating: