Jakarta, O&G Indonesia -- Pemerintah Indonesia diharapkan tetap konsisten dengan kebijakan hilirisasi mineral tambang demi membangun basis pertumbuhan perekonomian Indonesia berdasarkan produksi serta meninggalkan era ekspor mineral mentah ke luar negeri menyusul beroperasinya beberapa industri smelter tambang.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, Indonesia sudah berada di jalur yang tepat di sektor pertambangan dengan program hilirisasi mineral. Ia mencontohkan situasi ekonomi Indonesia yang melambat dengan pertumbuhan pada kuartal I/2015 sekitar 4,7 persen, namun di beberapa daerah yang telah mengalami perkembangan signifikan dari industri pengolahan dan pemurnian tambang justru menikmati pertumbuhan ekonomi yang positif.
"Bukti nyata sudah di depan mata bahwa era ekspor komoditas mentah ke luar negeri sudah tidak tepat. Larangan ekspor mineral mentah merupakan keputusan yang tepat, dan saatnya Indonesia membangun sektor pertambangan berbasis hilirisasi dengan kewajiban membangun smelter. Tidak boleh lagi ada langkah mundur," tegas Marwan di Jakarta, Kamis (06/08).
Marwan menambahkan, selain meningkatkan perekomonian daerah, manfaat dan nilai tambah pembangunan smelter juga dirasakan melalui perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan per kapita, maupun dampak multiplier yang ditimbulkan. "Pemerintah juga sudah menargetkan penyerapan tenaga kerja baru pada 2016 sekitar 350 ribu. Penyerapan tenaga kerja tersebut sangat bergantung pada proyek hilirisasi pertambangan atau pembangunan smelter," tuturnya.
Marwan menegaskan, konsistensi pemerintah terhadap implementasi kebijakan hilirisasi tambang sangat dibutuhkan. "Pemerintah tidak boleh terpengaruh dengan spekulasi berbagai pihak yang menginginkan adanya relaksasi ekspor di tengah perlambatan ekonomi saat ini," jelasnya. "Pembangunan smelter sedikitnya telah menjadi angin segar untuk pemerataan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia yang selama ini sering diabaikan," tambah Marwan.
Berdasarkan kajian IRESS, Indonesia dalam rentang waktu 2017-2023 diproyeksikan akan mengalami peningkatan perolehan nilai tambah dari kebijakan hilirisasi mineral berikut mata rantai kegiatannya sekitar US$ 268 miliar. Perkiraan ini di antaranya diperoleh dari nilai tambah tahunan komoditas bauksit sekitar US$ 18 miliar, tembaga sebesar US$ 13,2 miliar, dan nikel US$ 9 miliar. RH
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, Indonesia sudah berada di jalur yang tepat di sektor pertambangan dengan program hilirisasi mineral. Ia mencontohkan situasi ekonomi Indonesia yang melambat dengan pertumbuhan pada kuartal I/2015 sekitar 4,7 persen, namun di beberapa daerah yang telah mengalami perkembangan signifikan dari industri pengolahan dan pemurnian tambang justru menikmati pertumbuhan ekonomi yang positif.
"Bukti nyata sudah di depan mata bahwa era ekspor komoditas mentah ke luar negeri sudah tidak tepat. Larangan ekspor mineral mentah merupakan keputusan yang tepat, dan saatnya Indonesia membangun sektor pertambangan berbasis hilirisasi dengan kewajiban membangun smelter. Tidak boleh lagi ada langkah mundur," tegas Marwan di Jakarta, Kamis (06/08).
Marwan menambahkan, selain meningkatkan perekomonian daerah, manfaat dan nilai tambah pembangunan smelter juga dirasakan melalui perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan per kapita, maupun dampak multiplier yang ditimbulkan. "Pemerintah juga sudah menargetkan penyerapan tenaga kerja baru pada 2016 sekitar 350 ribu. Penyerapan tenaga kerja tersebut sangat bergantung pada proyek hilirisasi pertambangan atau pembangunan smelter," tuturnya.
Marwan menegaskan, konsistensi pemerintah terhadap implementasi kebijakan hilirisasi tambang sangat dibutuhkan. "Pemerintah tidak boleh terpengaruh dengan spekulasi berbagai pihak yang menginginkan adanya relaksasi ekspor di tengah perlambatan ekonomi saat ini," jelasnya. "Pembangunan smelter sedikitnya telah menjadi angin segar untuk pemerataan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia yang selama ini sering diabaikan," tambah Marwan.
Berdasarkan kajian IRESS, Indonesia dalam rentang waktu 2017-2023 diproyeksikan akan mengalami peningkatan perolehan nilai tambah dari kebijakan hilirisasi mineral berikut mata rantai kegiatannya sekitar US$ 268 miliar. Perkiraan ini di antaranya diperoleh dari nilai tambah tahunan komoditas bauksit sekitar US$ 18 miliar, tembaga sebesar US$ 13,2 miliar, dan nikel US$ 9 miliar. RH
Pemerintah Diminta Konsisten Jalankan Hilirisasi Mineral
Reviewed by OG Indonesia
on
Kamis, Agustus 06, 2015
Rating: