Jakarta, O&G Indonesia-- Harga minyak dunia yang terus merosot,
WTI minyak mentah menunjukan angka US$ 40.80 pada 19 Agustus 2015, turun sekitar 1,82
poin dari hari sebelumnya. Fenomena ini tentunya akan semakin berdampak terhadap
aktivitas produksi dari Kontraktor Kontak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi.
Aktivitas operasi
yang dilakukan KKKS pun menurun, akibat tak imbangnya harga produksi dengan
harga jual di pasaran. Faktanya hal ini berujung
pada target lifting yang diharapkan,
sebagaimana diketahui sejumlah KKKS telah melakukan revisi target liftingnya.
Salah satu pihak yang ikut melakukan revisi adalah PT
Pertamina (Persero). Direktur Hulu Syamsu Alam menjelaskan kalau revisi itu
berdampak penundaan pengeboran. Jumlahnya cukup ekstrim, yakni 100 sumur
produksi baru. Alasan Syamsu, penundaan dilakukan karena sudah tidak ekonomis.
“Maksudnya, biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil produksi.
Apalagi, kalau minyak yang keluar relatif kecil. Jadi, daripada buang-buang
uang mending dialihkan ke cara lain. Meningkatkan produksi tidak hanya lewat
pengeboran,"tandasnya.
Lalu, bagaimana nasib dari industri penunjang migas nasional
yang turut mendukung aktivitas operasi? Badai pun mau tak mau, ikut dirasakan
oleh industri penunjang migas, geliat usaha mereka kian melesu, akibat efek
dari efisiensi yang diberlakukan KKKS.
Diungkapkan pula oleh Barita Sihombing, Direktur PT Gelombang
Seismik Indonesia kala ditemui O&G
Indonesia, dirinya mengungkapkan sebagai perusahaan penunjang migas
nasional dalam menghadapi kondisi yang lesu ini memang tidak mudah, “Banyak
perusahaan seismik nasional yang sepi order, bahkan untuk menggaji karyawan
saja dirasakan sulit, ditambah persaingan usaha dengan perusahaan seismik asing
pun semakin tajam, bahkan terkadang jika KKKS-nya dari asing, mereka pakai
perusahaan survei seismiknya pun asing, yang sama asal negaranya,“pungkas Barita.
Industri penunjang migas nasional harus tetap mendapat
perhatian dari pemerintah, karena sudah
merupakan kewajiban pemerintah untuk mendorong agar mereka dapat menjadi tuan
rumah di negeri sendiri.
Hal senada pun diutarakan Yusri Usman, Pemerhati Kebijakan
Energi Nasional, dirinya mengatakan , “sudah selayaknya pemerintah lebih
memperhatikan dahulu industri penunjang nasional, agar mereka tidak perlahan
mati, karena sudah kita lihat gelombang PHK semakin besar, inilah yang harus
benar-benar di mainten pemerintah,
bukan malah sibuk dengan melakukan deregulasi besar-besaran demi memberikan
kenyamanan kepada investor yang akan menanamkan modal di Indonesia,”cetusnya
pada O&G Indonesia, Kamis (20/8/2015).
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko)
bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, akan melakukan deregulasi
besar-besaran atas instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan alasan
selama ini sejumlah regulasi yang ada di Indonesia kerap menghambat investasi
di Tanah Air, dan pada akhirnya menurunkan daya saing Indonesia dari negara
lain. "Isu atau perizinan, prosedur apa yang duluan akan kita selesaikan,
standarnya seperti apa yang akan lebih banyak mengacu ke negara tetangga kita,
sehingga kita tidak ketinggalan dalam memberi izin," imbuh Darmin. (MB)
Lesunya Produksi, Industri Penunjang Migas Nasional Turut Terkena Badai
Reviewed by OG Indonesia
on
Kamis, Agustus 20, 2015
Rating: