Jakarta, O&G Indonesia-- Sikap
Pertamina yang membatalkan
upgrading kilang Plaju dinilai ceroboh dan terburu buru. Pasalnya, Pertamina belum melakukan kajian
mendalam.
“Pertamina selayaknya
melakukan upgrading
kilang Plaju. Misalnya, upgrading dapur-dapur tua di CDU (crude
distilation unit) yang boros bahan bakar dan alat kontrol yang mengatur bahan
bakar antara prosentase gas dan minyak bakar dalam membangkitnya energi dapur tersebut,”kata Yusri Usman, pemerhati kebijakan energi nasional kepada O&G Indonesia, Senin (6/7/2015) di Jakarta.
Hal
tersebut, kata konsultan beberapa perusahaan minyak dan gas ini, supaya
lebih efisien dalam membangun “single tower CDU”.
Selanjutnya, untuk menggantikan unit CDU lama yang kapasitasnya
kecil. Yusri Usman
menambahkan, perlu juga
dibangun tangki-tangki
penampung minyak mentah di sekitar pelabuhan Tanjung Api dan
membangun fasilitas SBM “single buoy mooring“ dengan pipa bawah laut yang langsung dari kilang
untuk mengantisipasi suplay minyak mentah dari luar dengan kapasitas besar. Hal ini untuk menjamin kilang tetap bisa beroperasi ketika minyak mentah
sulit diperoleh di masa mendatang
dari sekitar Sumatera Selatan.
Dengan konsep “open access“ ia memperkirakan Pertamina mengeluarkan anggaran upgrading
sekitar US $ 125 juta. “Manfaat
efisiennya untuk jangka
panjang luar biasa,”tegas
Yusri.
Yusri juga
berharap Pertamina melakukan
pembenahan, yaitu penyeragaman
alat ukur volume minyak antara Direktorat Pengolahan dan Direktorat Pemasaran untuk menghidari
kehilangan dan kerugian besar akibat
selisih perhitungan yang rawan disalahgunakan oleh oknum-oknum di kilang dan depo-depo Pertamina. “Potensi kebocoran di R4, yang merupakan pejumlahan
R1 + R2 + R 3 yang ditoleransi oleh Pertamina sebesar 0.05 % perlu kiranya
dikoreksi menjadi 0.025 % supaya Pertamina jauh lebih untung ketimbang
dijadikan celah permainan oknum-oknum
mafia migas,”tegas Yusri Usman.
Direktur utama Pertamina Dwi Sucipto
membatalkan upgrading kilang Plaju karena dinilai kurang efisien akibat lokasi kilang jauh dari infrastruktur
yang memadai. Akibatnya, kata
Dwi Sucipto, biaya transportasi
membengkak dan minyak mentah susah didapat dengan disain kilang yang ada untuk mengolah sweet crude.
Bahkan, VP Corporate Communication Pertamina, Wianda
Pusponegoro menambahkan bahwa pembatalan upgrading kilang Plaju
diklaim tidak memberikan dampak kerugian bagi Pertamina. Namun pernyataan Wianda justru
dianggap oleh Yusri sebagai cara berpikir yang sesat. “Bukankah pesan kitab suci
yang harus kita pedomani bahwa,hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih
baik dari hari ini,“ terang Yusri.
Menurut
Yusri, sejatinya ketidakefisienan kilang Plaju harus dikaji lebih mendalam untuk
diberikan solusi agar tidak
membebani keuangan Pertamina.
Kilang Plaju didirikan sebelum kemerdekaan RI pada 1934. “Kita maklumi juga pengetahuan bidang
teknologi kilang saat itu tidak sehebat seperti saat masa kini. Kilang
tersebut didisain untuk mengolah “sweet crude“ dari lapangan lapangan
minyak dari daerah Sumatera
Selatan dan sekitarnya,”kata Yusri. Dan minyak
jenis tersebut belakangan ini sudah sulit, dan lebih banyak
yang didapat adalah “sour crude“.
(SB)
Kilang Plaju Batal Upgrading, Cermin Kecerobohan Pertamina
Reviewed by OG Indonesia
on
Senin, Juli 06, 2015
Rating: