Jakarta,
O&G Indonesia – Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS)
Marwan Batubara mengatakan Presiden Jokowi dan Kementerian
ESDM harus menolak permintaan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak yang
memaksa agar BUMD milik Provinsi Kaltim dan Kutai Kartanegara memperoleh 19% Participating Interest
(PI) di Blok Mahakam. Diduga ada kepentingan para pemburu rente di belakangnya.
“Permintaan
tersebut bertentangan dengan keputusan Pemerintah Pusat seperti tertuang dalam
Permen ESDM N0.15/2015, yang telah menetapkan bahwa besarnya PI maksimum bagi
daerah penghasil migas adalah 10 persen,” jelas Marwan Batubara dalam siaran
persnya di Jakarta, Minggu (28/6).
Marwan
menambahkan bahwa sesuai PP No.55/2005 tentang Dana Perimbangan, daerah
penghasil migas memperoleh 15,5% penerimaan negara atas eksploitasi
migas. Menurutnya, dana bagi hasil ini merupakan penerimaan yang sudah sangat besar bagi
daerah penghasil jika dibandingkan dengan penerimaan daerah-daerah yang tidak
memiliki sumber daya migas. “Penerimaan daerah penghasil menjadi semakin besar
dengan adanya keuntungan dari 10 persen PI daerah. Apalagi jika PI tersebut
meningkat menjadi 19 persen,” paparnya.
Sehubungan
dengan hal di atas, guna menjaga rasa kebersamaan dan keadilan bagi rakyat yang
tidak memiliki sumber daya migas atau sumber daya alam lain, Marwan menuntut Presiden Jokowi untuk segera menolak permintaan Gubernur Kaltim. “Hal
ini sekaligus untuk menunjukkan bahwa seluruh rakyat masih berada dalam satu
negara, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah Pusat
berdaulat menjalankan pemerintahan yang adil dan berdiri di atas seluruh
kepentingan nasional, bebas dari tekanan oknum-oknum yang berorientasi
kepentingan sempit,” bebernya.
Diterangkan Marwan, berdasarkan data finansial SKK Migas sejak 1997 hingga 2014, distribusi pendapatan kotor kegiatan eksploitasi Blok Mahakam rata-rata terbagi untuk penerimaan negara sekitar 60%, cost recovery 18% dan keuntungan kontaktor 22%. Sehingga dalam 18 tahun terakhir penerimaan negara sekitar US$ 70 miliar. “Berarti dari dana bagi hasil, selama 18 tahun terakhir daerah telah memperoleh sekitar US$ 10,5 miliar. Berarti setiap tahun daerah memperoleh US$ 500 juta atau sekitar Rp 6,5 triliun,” tegasnya.
Ia juga mengatakan bahwa selama 18 tahun terakhir keuntungan kontraktor sekitar US$ 26 miliar, atau rata-rata US$ 1,47 miliar per tahun. Jika diasumsikan, karena secara alami produksi migas sejak 2018 turun menjadi 80% terhadap produksi rata-rata selama ini, maka keuntungan kontraktor turun menjadi sekitar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 16 triliun per tahun. “Jika PI BUMD 10 persen, maka di samping memperoleh dana bagi hasil Rp 6,5 triliun per tahun, daerah penghasil juga memperoleh tambahan pendapatan dari PI sekitar Rp 1,6 triliun per tahun” jelasnya.
Marwan lantas membuka fakta bahwa pada 2010 Pemda Kaltim telah menandatangani MoU dengan satu perusahaan swasta guna mendanai kebutuhan finansial atas pemilikan PI di Blok Mahakam. “Karena itu sikap 'keras kepala' Pemda Kaltim untuk memperoleh 19 persen PI Mahakam patut diduga berkaitan dengan MoU tersebut,” tegasnya. “Padahal, melalui kerja sama dengan swasta ini, justru keuntungan yang diperoleh daerah akan turun sekitar 60-75 persen, sehingga pemberlakuan Permen ESDM No.15/2015 merupakan langkah tepat untuk mencegah kerugian tersebut,” sambungnya.
Marwan Batubara mengatakan bahwa dari bagi hasil tanpa PI 10 persen, pendapatan Pemda Kaltim dan Kutai Kartanegara sudah sangat besar, apalagi jika PI tersebut meningkat menjadi 19 persen. "Sikap 'ngotot' Gubernur Kaltim untuk memperoleh PI 19 persen patut diduga karena adanya kepentingan oknum-oknum pemburu rente yang ingin memperoleh keuntungan dari pemilikan saham Mahakam. Oleh sebab itu pemerintah atau KESDM diminta untuk menolak permintaan peningkatan nilai PI tersebut,” tutup Marwan. RH
Jokowi Dituntut untuk Tolak Permintaan Pemda Kaltim
Reviewed by OG Indonesia
on
Minggu, Juni 28, 2015
Rating: