Beda Pendapat Faisal Basri dan Pertamina, Dilema Crude Oil Sonangol

Jakarta, O&G Indonesia-- Minyak impor dari Sonangol Angola sebanyak kurang lebih 1 juta bbls/bulan gagal bongkar di terminal Balongan akibat minyak mentahnya beku  dan dialihkan ke kilang Cilacap. Kontan saja kabar ini membuat terhenyak banyak kalangan. “Masuk itu barang?” sentak Yusri Usman, pemerhati kebijakan energi nasional kepada O&G Indonesia, Jumat (5/6/2015) di Jakarta.

Mengutip informasi yang dikeluarkan Faisal Basri yang dimuat Majalah Gatra Nomor 29 (21-27 Mei 2015), Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas itu mengatakan bahwa minyak dari Sonangol membeku ketika akan dimasukkan ke kilang Balongan melalui pipa, karena tidak cocok dengan kilang Balongan, minyak itu harus bersandar ke dermaga di Cilacap dan memerlukan tambahan ongkos.

Menurut Yusri, kebijakan untuk mengalihkan minyak mentah tersebut ke kilang Cilacap padahal tujuan semula adalah ke kilang Balongan, ini dianggap pelanggaran berat. “Bisa diduga melakukan kejahatan korporasi yang  merugikan negara,” tegas Yusri. Padahal menurut SOP dalam proses setiap pembelian minyak mentah harus disertai kajian mendalam.

Oleh sebab itu, kata Yusri, bagian Planning & Evaluation di bawah SVP Refining Operation Pertamina, Michael Ricardo Sihombing, paling bertanggungjawab apabila minyak mentah Sonangol ditolak atau gagal diolah di kilang Balongan. “Dari informasi yang didapat minyak mentahnya membeku. Bisa jadi minyak mentahnya mengandung 'wax/parafin berat' dan masuk tipe minyak berat yang hanya cocok, kalau pun dipaksakan di kilang Balongan di-blending dengan minyak mentah lainnya yang lebih ringan,” ungkap Yusri.  Jadi pengalihan minyak mentah Sonangol dari kilang Balongan ke kilang Cilacap bisa dibilang bentuk kejahatan yang bisa merugikan Pertamina.

Dari fakta yang diperoleh, lanjut Yusri, minyak Sonangol adalah jenis minyak berat, yang kandungan residunya di atas 55% hanya cocok diolah kilang Balongan. “Kalau minyak tersebut dialihkan ke kilang Cilacap maka sudah cukup bukti bagi KPK menemukan 2 alat bukti tindak pidana korupsinya,” beber Yusri.

Seperti diketahui, sejak awal tidak sedikit yang meragukan kebijakan impor crude oil Sonangol, yang konon, mendapat discount 15%  dari harga pasaran. Namun the show must be go on, MOU dari G to G menjadi B to B ditandatangani oleh Pertamina dengan Sonangol EP pada 31 Oktober 2014, yang disaksikan oleh Wapres Jusuf Kalla dan Wapres Angola Manuel Domingos Vicente. Proyek kerjasama ini pun sempat dijadikan ikon penghematan Rp 15 triliun per/tahun dengan suplai 100.000 bbls per/hari. 

Bagaimana faktanya? “Faktanya berbanding terbalik dari konsep awalnya,” tegas Yusri Usman. Dari bocoran surat menyurat antara PES dengan Sonangol EP ternyata semua transaksi berdasarkan harga normal di pasaran internasional. Menurut alumnus Geologi UGM ini, dalam rapat PES dengan Sonangol EP (dihadiri oleh China Sonangol, diwakili Mr. Haster Mack, orang kepercayaan Mr. Sam Pa) berpartner dengan perusahaan PT Surya Energy Raya membentuk PT Asri Darma Sejahtera dengan BUMD di Blok Cepu.

O&G Indonesia mencoba menanyakan Wianda Pusponegoro, VP Corporate Communication Pertamina terkait masalah ini. Wianda mengatakan, “Kami tidak pernah kerjasama dengan China Sonangol. MoU tersebut tidak ada eksekusi hingga saat ini. Jadi semua tuduhan tersebut tidak relevan, yang ada kerjasama antara Sonangol EP dan Pertamina untuk minyak yang sesuai spesifikasi kebutuhan di FOC 2 Cilacap. Tidak pernah ada tujuan ke Balongan,” ucap Wianda (5/6/2015).


Lagi-lagi rakyat dibuat dilema atas bedanya pernyataan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas dengan Pertamina. Langkah lanjut yang seperti apa yang harus diambil? Akankah persoalan ini menjadi pelanggaran berat, yang berujung pada tindak pidana korupsi? (SB)
Beda Pendapat Faisal Basri dan Pertamina, Dilema Crude Oil Sonangol Beda Pendapat Faisal Basri dan Pertamina, Dilema Crude Oil Sonangol Reviewed by OG Indonesia on Jumat, Juni 05, 2015 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.