Jakarta, O&G Indonesia -- Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja menegaskan
harus ada perubahan paradigma dalam pengelolaan gas bumi di Indonesia.
Menurutnya, gas bumi yang selama ini hanya dijadikan sebagai komoditas yang
diekspor harus berubah menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.
“Jadi sepanjang bisa diserap di domestik, gas-gas yang baru
ditemukan akan digunakan di domestik. Jadi begitu ada penemuan gas baru akan
dijadikan sebagai driver pertumbuhan
ekonomi nasional. Apakah akan digunakan untuk pabrik pupuk, pabrik keramik, dan
sebagainya,” ucap Wiratmaja dalam Seminar Tata Kelola Gas Bumi Nasional yang
digelar di Gedung Nusantara V DPR RI Jakarta (21/5).
Persoalan alokasi gas bumi untuk domestik memang menjadi
salah satu pokok pembahasan dalam penyusunan Perpres baru tentang tata kelola
gas bumi nasional serta RUU Migas. Diungkapkan oleh Wiratmaja, dalam pembahasan
Perpres dan RUU Migas tersebut, konsep agregator gas akan masuk ke dalamnya.
Dengan adanya agregator gas, diterangkan Wiratmaja, gas yang
datang dari berbagai sumur, dari LNG dan sebagainya digabungkan sehingga harga
gas yang keluar dari agregator gas ke banyak konsumen gas tidak jauh berbeda.
Tidak seperti saat ini yang terjadi disparitas harga gas yang lebar antara konsumen
yang satu dengan lainnya. “Inilah gunanya agregator yang akan me-mix harga gas secara virtual. Agregator
ini tidak satu, bukan monopoli, bisa Pertamina, bisa PGN, bisa perusahaan
lainnya,” jelasnya.
Untuk urutan alokasi pengguna gas bumi, disampaikan oleh
Peneliti Pusat Studi Energi UGM, Deendarlianto, seiring dengan paradigma gas
bumi sebagai pendorong ekonomi nasional maka urutan prioritas pengguna gas bumi
pun harus diubah. Dalam Permen ESDM No 3 Tahun 2010 tentang Alokasi dan
Pemanfaatan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri, urutan-urutannya adalah gas
untuk keperluan lifting migas, lalu industri pupuk, listrik, dan urutan
terakhir adalah untuk industri lainnya.
“Dengan gas dijadikan sebagai modal pembangunan nasional,
maka gas yang tadinya untuk industri nomor empat maka sekarang harus nomor
satu. Lalu berikutnya yang terbaik adalah untuk petrokimia, listrik, dan baru
lifting,” beber Deendarlianto.
Saat ditanya tentang urutan alokasi bagi pengguna gas bumi
yang tengah disusun dalam Perpres Tata Kelola Gas Bumi dan RUU Migas, IGN
Wiratmaja Puja belum mau memberikan urutan penggunanya. “Kalau yang nanti
(dalam Perpres baru) sedang diproses. Kalau dibilang sekarang nanti berubah kan enggak pas ya,” tegasnya sambil
tersenyum. RH
Agregator Gas Muncul dalam Paradigma Baru Tata Kelola Gas Bumi
Reviewed by OG Indonesia
on
Kamis, Mei 21, 2015
Rating: