Jakarta, O&G Indonesia-- Perusahaan minyak dan gas (migas) di Indonesia yang tergabung dalam
Indonesian Petroleum Association (IPA), mengeluhkan penentuan dana
penggantian biaya eksplorasi oleh pemerintah atau cost recovery. Semestinya cost recovery ditentukan dengan perhitungan bisnis, tetapi di Indonesia kerap kali dibawa ke ranah politik.
Seperti disampaikan, Presiden IPA atau asosiasi perusahaan minyak di Indonesia Craig Stewart, belum lama ini, bahwa cost recovery menjadi keluhan mereka selama ini. "Salah satu risikonya adalah politisasi dari cost recovery. Fokus pada cost recovery malah tidak cukup fokus pada produksi migas. It's the wrong balance," kata Stewart.
Menurutnya, jumlah cost recovery adalah investasi yang telah dikeluarkan para perusahan minyak dalam membantu pemerintah untuk memproduksi migas nasional.
"Jadi sebenarnya tidak diharapkan rendah jumlahnya, tetapi juga tidak diinginkan terlalu tinggi. Tetapi di Indonesia selama ini fokusnya salah, justru fokus pada biaya, tetapi tidak fokus pada apa yang harusnya dilakukan yaitu produksi," jelas Steawart, yang merupakan President Salamander Energy Indonesia.
Seperti diketahui, awalnya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) meminta dana cost recovery tahun ini sebesar US$ 16,5 miliar. Namun berdasarkan pembahasan dengan DPR, hanya disepakati US$ 14,05 miliar.
Sementara, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menambahkan, kisruh terkait cost recovery selama ini terjadi karena masuk dalam APBN. Yang terjadi, SKK Migas diminta untuk menekan cost recovery oleh DPR namun di sisi lain produksi harus naik.
"Tentu tidak bisa. Kalau cost recovery ditekan, produksi migas nasional turun. Kalau mau naik produksinya, cost recovery makin besar," tutur Faisal.
Seperti disampaikan, Presiden IPA atau asosiasi perusahaan minyak di Indonesia Craig Stewart, belum lama ini, bahwa cost recovery menjadi keluhan mereka selama ini. "Salah satu risikonya adalah politisasi dari cost recovery. Fokus pada cost recovery malah tidak cukup fokus pada produksi migas. It's the wrong balance," kata Stewart.
Menurutnya, jumlah cost recovery adalah investasi yang telah dikeluarkan para perusahan minyak dalam membantu pemerintah untuk memproduksi migas nasional.
"Jadi sebenarnya tidak diharapkan rendah jumlahnya, tetapi juga tidak diinginkan terlalu tinggi. Tetapi di Indonesia selama ini fokusnya salah, justru fokus pada biaya, tetapi tidak fokus pada apa yang harusnya dilakukan yaitu produksi," jelas Steawart, yang merupakan President Salamander Energy Indonesia.
Seperti diketahui, awalnya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) meminta dana cost recovery tahun ini sebesar US$ 16,5 miliar. Namun berdasarkan pembahasan dengan DPR, hanya disepakati US$ 14,05 miliar.
Sementara, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menambahkan, kisruh terkait cost recovery selama ini terjadi karena masuk dalam APBN. Yang terjadi, SKK Migas diminta untuk menekan cost recovery oleh DPR namun di sisi lain produksi harus naik.
"Tentu tidak bisa. Kalau cost recovery ditekan, produksi migas nasional turun. Kalau mau naik produksinya, cost recovery makin besar," tutur Faisal.
Cost Recovery Kerap Berbau Politis
Reviewed by OG Indonesia
on
Selasa, April 14, 2015
Rating: