Jakarta, O&G Indonesia-- Konspirasi besar terus dipilin untuk
mengandaskan Pertamina mengelola blok Mahakam. Pasalnya, blok minyak dan gas
(migas) yang terletak di Kalimantan Timur dikelola PT Total E&P Indonesie, perusahaan negera Perancis ini akan segera tuntas masa
kontraknya pada 2017. Apa saja indikator dan skenarionya?
Tidak jarang pejabat yang berwenang di
sektor migas menggulirkan isu-isu yang terkesan menakut-nakuti (mengerdilkan).
“Semua tenaga ahli akan diambil oleh Total bila perusahaan ini tidak lagi
mengelola blok Mahakam,”tegas Yusri Usman, pengamat kebijakan energi, kepada Majalah
O&G Indonesia, di
Jakarta. Jadi, ada konspirasi besar dalam masa menjelang berakhirnya kontrak
blok Mahakam.
Bahkan, alumnus Geologi Universitas
Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini membeberkan berita yang menurunkan tentang
pemerintah yang menagih Pertamina untuk segera menyerahkan proposal pengelolaan
blok Mahakam. “Dikesankan ada ketidaksiapan. Kalau ini terjadi maka ada upaya
sistematis menggerogoti Pertamina menjelang berakhirnya kontrak blok
Mahakam,”tandas Yusri.
Seperti diketahui, Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menginginkan PT Pertamina (Persero) segera
menyerahkan proposal mengenai pengambilalihan pengelolaan Blok Mahakam.
"Kami inginnya lebih cepat lebih baik, Pertamina harus bilang kepada kami
maunya apa," ujar Kepala Unit Pengendalian Kinerja Kementerian ESDM,
Widhyawan Prawiraatmadja, di Jakarta, Jumat (30/1/2015).
Ia mengatakan, saat ini Pertamina sedang menganalisis data, menyiapkan rencana pengelolaan, dan mempertimbangkan situasi harga minyak dunia yang sedang turun. "Inikan sesuatu yang besar dan serius. Pertamina tidak mungkin 'grusa-grusu' dalam penyusunan proposalnya," katanya.
Ia mengatakan, saat ini Pertamina sedang menganalisis data, menyiapkan rencana pengelolaan, dan mempertimbangkan situasi harga minyak dunia yang sedang turun. "Inikan sesuatu yang besar dan serius. Pertamina tidak mungkin 'grusa-grusu' dalam penyusunan proposalnya," katanya.
Terkait permintaan proposal, Direktur
Utama PT Pertamina
(Persero) Dwi Soetjipto mengatakan, bulan Februari 2015
mengajukan proposal
final terkait pengelolaan Blok Mahakam, Kalimantan Timur. “Februari ini kami
siap untuk mengajukan proposal, kami tetap minta 100% (hak partisipasi),"
katanya di Jakarta, Jumat (30/1/2015).
Skenario Pengerdilan
Skenario Pengerdilan
Menurut penuturan salah seorang
narasumber Majalah O&G
Indonesia, menduga ada upaya
menghalang-halangi Pertamina untuk mengelola blok Mahakam dilakukan dengan
beragam modus. Misalnya, mendekati pihak-pihak yang dekat dengan arus utama
pemegang kendali kekuasaan era Jokowi-JK.
“Pada pertemuan beberapa waktu lalu,
saat membahas kisruh KPK vs Kepolisian
Republik Indonesia serta rencana APBN-P, timbul wacana untuk
mensponsori acara kongres sebuah partai besar. Syaratnya, kembali menyerahkan
blok Mahakam pada Total,”kata sumber tersebut, yang enggan disebutkan namanya.
Bahkan, ia menduga tidak sedikit oknum dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang
‘bermain’ agar Total terus bercokol di blok Mahakam.
Aroma penggiringan opini publik secara
sistematis untuk mengerdilkan Pertamina juga dicium oleh Marwan Batubara,
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS). “Saya hanya bisa
melihat yang dilakukan oleh beberapa kalangan, seperti Ari Soemarno (Ketua
Pokja Energi Tim Transisi Jokowi-JK), Jero Wacik (mantan Menteri ESDM), Rudi
Rubiandini (mantan Wamen ESDM), dan Dewi Aryani (mantan anggota Komisi VII DPR dari PDI P
periode 2009-2014),
menganggap Pertamina tidak mampu mengelola blok Mahakam,”tandas Marwan.
Marwan pun menyitir pernyataan Ari
Soemarno yang menganggap Pertamina belum memiliki kemampuan manajerial dan
teknologi. “Apa artinya nasionalisme jika kita tidak mempunyai kemampuan
manajerial dan teknologi,”kata Ari Soemarno, di Jakarta (19/2/2013).
Sikap Jero Wacik pun, saat itu, lebih
meminta agar Pertamina tetap melibatkan Total dalam mengelola blok Mahakam,
dengan komposisi kepemilikan saham; Pertamina 40%, Total 30% dan Inpex 30%.
Selain itu, Jero Wacik, kata Marwan, mengusulkan ada masa transisi 5-10 tahun
sebelum diserahkan kepada Pertamina.
Rudi Rubiandini, Wamen ESDM era Jero
Wacik, juga turut mengamini sang bos. Marwan pun membacakan kutipan pernyataan
Rudi yang dimuat portal berita detik.com
pada Kamis (13/9/2012). “Kita tetap perlu asing untuk memproduksi minyak di
Indonesia. Contoh misal mau menguasai blok Mahakam, apakah Pertamina mampu
memproduksi migas sebesar yang dilakukan Total? Sulit! Karena memerlukan teknologi
dan biaya yang tidak sedikit, dan apakah Total mau memberi data-data teknis di
blok tersebut yang puluhan tahun dikerjakannya? Tentu tidak, artinya akan mulai
dari awal lagi,”kata Rudi.
Hal yang sama, kata Marwan, juga
diungkapkan oleh Dewi Aryani yang meragukan Pertamina. Marwan lalu mengutip
pernyataan Dewi, “Sebaiknya blok itu dikelola secara joint operation dulu selama 5-10 tahun pertama, sebelum dilanjutkan
Pertamina,”kata Dewi Aryani, Sabtu (16/2/2013).
Berdasarkan pengalaman tersebut, Marwan
berharap masalah seperti ini tidak terulang kembali pada pemerintahan
Jokowi-JK. “Jangan ada sandiwara dan kebohongan publik serta manipulasi
informasi seperti yang telah dilakukan oleh Jero Wacik, mantan Menteri ESDM dan
Rudi Rubiandini, mantan Wamen ESDM. Mereka menekan BUMN, memanipulasi
informasi, hingga mereka pun ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK,”kata
Marwan.
Oleh sebab itu, Marwan mengingatkan
Sudirman Said, Menteri ESDM dan Amien
Sunaryadi, Kepala SKK Migas, dan mereka yang berwenang untuk segera mengambil
keputusan yang terbaik dan strategis bagi Negara. “Kita juga berharap mereka
jangan kembali bersandiwara dan melakukan penggiringan opini untuk tidak
memutuskan hal yang terbaik bagi Negara,”tegas Marwan.
Din Syamsudin menyayangkan sikap pejabat negara yang meragukan kemampuan pendanaan, teknologi, sumber daya manusia dan perusahaan migas nasional. Menurutnya karyawan Total E&P Indonesie yang saat ini mengelola Blok Mahakam mayoritas berasal dari Indonesia mampu meneruskan pengelolaan di Blok tersebut. "Masalah bangsa kita, pemerintah tidak tegas menegakkan konstitusi. Kedua, di negara kita terlalu banyak antek-antek asing baik negara maupun swasta," ujarnya.
Sekilas Blok Mahakam
Blok
Mahakam merupakan salah satu ladang gas terbesar di Indonesia dengan rata-rata
produksi sekitar 2.200 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Cadangan blok ini
sekitar 27 triliun cubic feet (tcf). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50%
(13,5 tcf) cadangan telah dieksploitasi, dengan pendapatan kotor sekitar US$
100 miliar. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf, dengan harga gas
yang terus naik, blok Mahakam berpotensi pendapatan kotor US$ 187 miliar (12,5
x 1012 x 1000 Btu x $15/106 Btu) atau sekitar Rp 1700 triliun.
Jakarta, O&G Indonesia-- Kontrak
Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam ditandatangani oleh pemerintah dengan Total
E&P Indonesie dan Inpex Corporation (Jepang) pada 31 Maret 1967, beberapa
minggu setelah H.M. Soeharto
dilantik menjadi Presiden RI ke-2. Kontrak berlaku selama 30 tahun hingga 31
Maret 1997. Namun beberapa bulan sebelum Soeharto lengser, kontrak Mahakam
telah diperpanjang selama 20 tahun, sehingga kontrak akan berakhir pada 31
Maret 2017.
Karena
besarnya cadangan tersisa, pihak asing telah kembali mengajukan perpanjangan
kontrak. Disamping permintaan oleh manajemen Total, PM Prancis Francois Fillon
pun telah meminta perpanjangan kontrak Mahakam saat berkunjung ke Jakarta Juli
2011. Disamping itu Menteri Perdagangan Luar Negeri Prancis Nicole Bricq
kembali meminta perpanjangan kontrak saat kunjungan Jero Wacik ke Paris, 23 Juli 2012.
Hal yang sama disampaikan oleh CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat bertemu Wakil
Presiden Boediono dan Presiden SBY pada 14 September 2012.
Padahal
sesuai UU Migas No.22/2001, jika kontrak migas berakhir, pengelolaan seharusnya
diserahkan kepada BUMN. Apalagi hal ini sesuai amanat konstitusi dan
kepentingan strategis nasional. Pertamina pun telah menyatakan keinginan dan
kesanggupan mengelola blok Mahakam berkali-kali sejak 2008 hingga sekarang.
Namun dalam perkembangannya, dimulai sejak Kepala BP Migas R.Priyono (7/2012),
Wamen ESDM Prof.
Rudi Rubiandini (13/9/2012) dan Menteri ESDM (11/10/2012), mereka terkesan
memilih untuk mendukung Total tetap menjadi operator Blok Mahakam. Hal ini
dapat dianggap bentuk penghianatan terhadap amanat Pasal 33 UUD 1945 karena
cenderung memperkokoh penjajahan asing terhadap bumi pertiwi Indonesia. SB
Ada Skenario Gagalkan Pertamina Kelola Blok Mahakam?
Reviewed by OG Indonesia
on
Rabu, April 15, 2015
Rating: