Laporan: Bambang S. Jagakarsana (Konsultan Migas di Libya) KTT Energy & Ekonomi Libya (LEES) ke-3 di Tripoli, Libya, Sabtu-Minggu, 18-19 Januari 2025.
KTT Energi & Ekonomi Libya (LEES) ke-3 telah dilaksanakan di Tripoli pada 18-19 Januari 2025 lalu. KTT ini dibuka oleh Perdana Menteri Libya, Abdulhamid Al-Dbeibeh yang menyoroti pencapaian dan ambisi negara tersebut.
“Kami memulai pada tahun 2021 dengan produksi 800.000 barel per hari. Pada Januari 2025, Libya telah mencapai 1,4 juta barel per hari, yang mencerminkan dedikasi kami untuk memastikan stabilitas industri minyak dan gas. Pemerintah berkeinginan untuk menginvestasikan kembali pendapatan sektor ini untuk perbaikan lebih lanjut, yang bertujuan mencapai 1,6 juta barel per hari," kata Abdulhamid Al-Dbeibeh.
Ia juga menekankan visi energi Pemerintah Libya yang lebih luas, dengan menyatakan, “Komitmen kami tidak hanya mencakup hidrokarbon, tetapi juga mencakup inisiatif perbaikan lingkungan dan upaya dekarbonisasi, seperti penanaman satu juta pohon.”
Sementara itu Massoud M. Suleman, Penjabat Ketua Perusahaan Minyak Nasional Libya, NOC, menguraikan strategi ambisius perusahaannya untuk meningkatkan produksi, menarik investasi dan mendorong inovasi di sektor ini.
“Setelah mencapai 1,4 juta barel per hari, kami telah mengintegrasikan teknologi mutakhir untuk mendorong visi kami ke depan. Kemajuan ini telah memfasilitasi kembalinya maskapai penerbangan internasional ke Libya dan memperkuat kemitraan kami dengan investor asing. Sektor energi yang berkembang telah menciptakan lingkungan bisnis yang menguntungkan, memungkinkan kami berkolaborasi secara efektif dengan kontraktor dan menarik mitra baru,” ujar Suleman.
Dia lebih lanjut mencatat bahwa NOC sedang menjalani reformasi struktural untuk menyelaraskan dengan tujuan sektor jangka panjang.
“Untuk tahun kedua berturut-turut, kami bekerja sama dengan Deloitte untuk meningkatkan transparansi dan membuka peluang lebih lanjut di bidang minyak dan gas. Strategi kami sangat teliti – tidak hanya berfokus pada ekstraksi minyak dan gas, namun juga menggabungkan proyek-proyek energi terbarukan untuk membantu kami mencapai target net-zero carbon, terangnya.
Sekretaris Jenderal OPEC, Haitham Al Ghais, menggarisbawahi peran penting Libya dalam OPEC dan lanskap energi global. “Libya terus memainkan peran besar di OPEC dan pasar minyak dan gas global. Segala sesuatu yang terjadi di Libya berdampak pada pasar migas dunia," tegasnya.
Sementara itu, Dr. Khalifa Abdulsadek, Menteri Minyak & Gas Libya, memaparkan peta jalan strategis pemerintah untuk merevitalisasi sektor hidrokarbon nasional.
"Libya, dengan posisi strategis dan sumber daya yang melimpah, berpotensi menjadi pemimpin pengembangan energi global. Untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan ekspor gas, kami memperkuat dan memperluas kemitraan internasional. Perekonomian Libya sangat bergantung pada minyak, yang menyumbang lebih dari 95% output perekonomiannya," bebernya.
Untuk itu menurutnya Libya membutuhkan US$3-4 miliar untuk meningkatkan produksi minyak dalam bentuk penawaran konsesi migas dalam waktu dekat. "Targetnya bukan sekedar mencapai 1,6 juta barel per hari, namun terus meningkatkannya menjadi 2 juta barel per hari," terang Abdulsadek.
Diketahui, negara anggota OPEC ini telah memproduksi 1,6 juta barel per hari sebelum pemberontakan yang didukung NATO menggulingkan Muammar Gaddafi pada tahun 2011.
Abdulsadek mengatakan, putaran penawaran konsesi migas di Libya akan mencakup tiga cekungan serta 15 hingga 21 blok. “Penawarannya akan dilakukan di semua cekungan sedimen di Libya, Cekungan Sirte, Cekungan Murzuq, Cekungan Ghadames. Wilayah laut, hampir di mana-mana,” ungkap Abdulsadek.
Menurut mantan Ketua NOC Farhat Bengdara, putaran penawaran terakhir Libya untuk konsesi eksplorasi minyak dan gas terakhir diumumkan 17 tahun lalu. Di mana 70% dari total wilayah daratan Libya dan lebih dari 65% wilayah perairannya masih belum dieksplorasi.
Lebih lanjut, Menteri Minyak dan Gas Libya, Dr. Khalifa Abdulsadek, menyampaikan rencana untuk meningkatkan kapasitas pengilangan negara tersebut dari 300.000 menjadi 400.000 barel per hari (bpd) sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan keamanan dan keberlanjutan energi.
Menteri Abdulsadek juga membahas strategi dan prioritas energi Libya pada sesi penutupan KTT Energi & Ekonomi Libya (LEES) 2025, dalam sesi diskusi "Jalan Libya Menuju Ketahanan Energi – Prioritas Strategis untuk Masa Depan Minyak & Gas Berkelanjutan" yang dimoderatori oleh Aydin Calik, Senior Reporter di OPEC dan Afrika Utara, Argus Media.
"Kami juga berupaya memproduksi produk minyak bumi untuk mempertahankan permintaan kami setelah kami mencapai angka dua juta barel per hari,” kata Menteri. Dia juga menyatakan bahwa negaranya bertujuan untuk mencapai swasembada produk minyak olahan melalui kilang lokal seperti Marsa al Brega dan Ras Lanuf.
Selain penyulingan, Menteri Abdulsadek menguraikan pendekatan Libya terhadap produksi dan ekspor gas alam, dengan menekankan keseimbangan antara permintaan domestik dan peluang ekspor.
"Eropa saat ini membutuhkan gas, dan inilah sebabnya mengapa (saluran pipa Greenstream) ke Italia adalah kuncinya. Kami telah menetapkan strategi ekspor gas. Untuk memaksimalkan ekspor, Anda perlu memperhatikan permintaan lokal terlebih dahulu, karena meningkat untuk pembangki listrik," tuturnya.
Ditambahkan olehnya, sumber daya gas Libya yang sangat besar dan belum dimanfaatkan merupakan inti dari rencana pemerintah untuk mengurangi pembakaran gas.
“Saat ini kami sedang menyusun proyek pemanfaatan gas yang akan memanfaatkan 120 juta kaki kubik gas per hari. Hal ini sejalan dengan kebijakan zero-flaring kami pada tahun 2030,” katanya. “Suatu saat nanti, kami mungkin mempertimbangkan untuk memproduksi LNG, namun saat ini, kami fokus pada gas pipa," sambungnya.
Menteri Abdulsadek juga membahas masalah penting terkait pendanaan. “Di NOC dan Kementerian, kami cenderung percaya pada keajaiban, dan pembiayaan adalah tantangan terbesar untuk mendapatkan akses terhadap teknologi dan layanan terbaik. Kami telah melihat banyak perusahaan jasa selama acara tersebut. Kami menyadari masalah pembiayaan. Kami menghadapi tantangan, namun berhasil meningkatkan output," urainya.
Ia menekankan komitmen pemerintah untuk mendapatkan pendanaan bagi proyek-proyek energi meskipun ada tantangan politik di negara ini.
“Pemerintah melakukan yang terbaik untuk menyediakan dana bagi proyek-proyek energi. Terkadang, tidak mudah untuk mengalokasikan anggaran bagi negara ketika pemerintahan kita terpecah. Kami bekerja sama dengan Menteri Keuangan dan Bank Sentral untuk mengamankan dana bagi proyek di Libya," pungkas Abdulsadek.