Pompa angguk tertua di Minas sekaligus menandai temuan sumur minyak pertama. |
Jakarta, OG Indonesia -- Lapangan Minas di Wilayah Kerja (WK) Rokan yang dikelola Pertamina Hulu Rokan (PHR) memiiki perjalanan panjang. Selama 80 tahun sumber minyak yang bersejarah ini masih terus produktif sebagai jantung operasi yang memompa energi bagi Indonesia.
Andai saja kesabaran itu benar-benar setipis kertas, mungkin Lapangan Minas tak pernah ditemukan. Sejarah temuan sumber migas di WK Rokan, khususnya di Minas penuh dengan lika liku. Kalau bukan karena keteguhan dan upaya yang tidak kenal menyerah dari tim Geolog asal Amerika Serikat, Minas atau bahkan PHR tidak menjadi bagian dalam sejarah awal eksplorasi minyak di Riau.
Pada tahun 1924 para geolog mencoba peruntungannya di Hindia Belanda setelah menempuh 35 hari perjalanan menggunakan kapal dari San Fransisco. Mereka adalah salah satu tim pertama yang datang. Untuk bisa beroperasi, mereka mendirikan perusahaan bernama NPPM (Netherlandsche Pacific Petroleum Maatschappij) pada 1930.
Sempat dicibir karena setelah 10 tahun tidak mampu menghasilkan minyak, para geolog NPPM tetap teguh pada keyakinannya jika suatu hari hasil jerih payah mereka akan terbayar lunas. Pasalnya, pada 1930 geolog Belanda membuat kebijakan bertajuk ‘Policy of Prudence’. Salah satu informasi pentingnya yakni menyatakan tidak ada sumber minyak di area Sumatera Tengah – sekarang Riau.
Kawasan itu, menurut para Geolog Belanda merupakan lapisan tanah didominasi endapan batuan granit. Dengan kata lain, mustahil mengandung hidrokarbon. Kebijakan itu ditengarai bertujuan melindungi kepentingan Perusahaan Belanda, terutama Royal Dutch Shell sekaligus menghambat masuknya Perusahaan asing lain ke Hindia Belanda.
Meski demikian, data yang terungkap justru menyatakan hal sebaliknya. Pada 1938, setelah melakukan pengeboran di sekitar 3.000 sumur, geolog NPPM menemukan cekungan (dome) besar di area Minas.
Hasilnya, titik pertama ditemukan di Sebanga, hulu Sungai Sebanga, di Bengkalis. Temuan rembesan gas di Sebanga adalah pertanda awal adanya kandungan minyak di area itu. Inilah penemuan migas pertama di Riau. Kemudian sekitar 7 bulan berselang, potensi minyak lain juga ditemukan di Lapangan Duri, Bengkalis.
Dari temuan awal itu, pada 1941 dibangunlah anjungan pengeboran di lokasi yang disebut Minas, Siak. Investasi peralatan bernilai jutaan dollar pun kemudian dipasang. Sayang, momen berikutnya harus tertunda karena kedatangan Jepang sehingga pengeboran urung selesai dilakukan.
Kerja keras para geolog pada akhirnya diambil alih tentara Jepang saat momen Perang Dunia II pecah. Minas sempat ditinggalkan dan Jepang mengambil alih dengan membawa unit teknis khusus untuk mendulang minyak sebanyak mungkin. Tepat pada 1 Desember 1943 Jepang menemukan sumur minyak Minas #1. Baru kemudian pada tahun 1944 dicatat Sejarah baru, Lapangan Minas resmi ditemukan setelah tantara Jepang mengebor minyak hingga kedalaman 2.107 kaki atau sekitar 700 meter.
Nama Minas diambil dari nama perkampungan suku Sakai yang berdekatan dengan lokasi ditemukannya Lapangan Minas. Konon menurut informasi warga, Minas adalah nama pohon Minei yang buahnya dikenal sebagai bahan baku minyak goreng.
Setelah ditemukan pada 1941 dan mulai berproduksi pada 1954, area yang memiliki luas 67,28 km persegi di Provinsi Riau ini telah menghasilkan lebih dari 2,75 miliar barel minyak mentah. Menasbihkan diri sebagai salah satu ladang minyak paling besar dan produktif di Indonesia, meski sumur di Minas dikenal tua.
Sebagai sumur minyak tua, Minas telah melewati tantangan zaman dan alam meskipun mengalami penurunan produksi alamiah. PHR mampu menahan laju penurunan di Minas, dari rata-rata 11 persen per tahun menjadi 6 persen. Sejumlah inovasi teknologi diterapkan.
Di antaranya, PHR WK Rokan akan meningkatkan produksi minyak dari Blok Rokan melalui rencana pengembangan Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) Minas Stage-1. Langkah ini diambil setelah Direktur Utama PHR, Rubi Mulyawan, menyetujui Final Investment Decision (FID) CEOR Minas pada 30 Juni 2024 lalu.
Rencananya, injeksi pertama akan dilakukan pada Desember 2025 mendatang dengan potensi produksi puncak dari stage awal CEOR Minas mencapai lebih dari 2.000 barel minyak per hari dengan penambahan perolehan minyak dari Blok Rokan sebesar 2,1 juta barel.
Inovasi teranyar lain yang dilakukan yakni penerapan Advanced Reservoir Management berbasis Artificial Intelligence (AI) Expert System.
Alhasil, lapangan Minas kini memiliki nilai tambah (value creation) sebesar Rp200 miliar dengan evaluasi yang dilakukan pada 150 sumur lama tanpa mengebor sumur baru. Melalui teknologi VENUS, sebuah aplikasi teknologi lanjutan dari inovasi e-MARS bekerja dengan proses evaluasi sub-surface pertama di Indonesia, bahkan pertama di dunia dengan basis Advance Reservoir Management (RM) dan AI. Kemunculan e-MARS dan VENUS berawal dari gagasan banyaknya sumur idle di WK Rokan dan rendahnya minyak dengan metode lama, utamanya di Minas.
“Para perwira PHR membuktikan teknologi dan cara berpikir baru dapat mengungkap cadangan minyak dari lapangan tua,” ujar Executive Vice President (EVP) Upstream Business PHR Andre Wijanarko, Rabu (11/12/2024)
PHR dikenal sebagai produsen minyak berkualitas tinggi. Minas, adalah penghasil minyak ringan dengan kualitas baik rendah sulfur atau dikenal sebagai Sumatran Light Crude (LSC). Sementara di Duri, minyak berat mengandung tar dan aroma belerang.
Kini, lebih dari 11 miliar barel minyak mentah telah diproduksi tidak hanya dari lapangan Minas, tapi juga sejumlah lapangan-lapangan besar, di antaranya Duri, Bangko, Bekasap, Balam South, Kotabatak, Petani, Pematang, Petapahan dan Pagar. Dengan kegiatan pengeboran yang aktif, produksi minyak Pertamina Hulu Rokan saat ini mencapai 160 ribu barel minyak per hari. RH