Elan Biantoro, Sekretaris Jendral Aspermigas memaparkan strategi pemberantasan illegal drilling di hadapan para pemimpin redaksi media massa nasional, Rabu (16/10/2024). Foto: Ridwan Harahap |
Jakarta, OG Indonesia -- Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) mendorong Pemerintah untuk membentuk tim gabungan, badan atau task force yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk membasmi illegal drilling yang masih marak terjadi.
Diterangkan oleh Elan Biantoro, Sekretaris Jendral Aspermigas, dalam task force ini nantinya bisa tergabung Kementerian Hukum dan HAM, Polri, KPK, TNI, Kementerian ESDM, Ditjen Migas, hingga SKK Migas. Elan menyampaikan, pihak Aspermigas pun siap terlibat dalam task force ini.
"Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan dapat menyatukan kekuatan dan keahlian dari berbagai instansi untuk menyelesaikan masalah illegal drilling dari akar hingga ke tingkat pelaku lapangan," kata Elan dalam acara "Temu Bincang Pemred: Usulan Strategi Pemberantasan Usaha Ilegal Migas secaraTuntas" yang diadakan Aspermigas di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Elan menegaskan masalah illegal drilling ini bukan semata masalah kesalahan pengelolaan sumber daya alam semata, tetapi yang utama adalah persoalan penegakan hukum yang tidak dijalankan.
"Dasar hukum sudah jelas ada Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, setiap orang yang melakukan pengelolaan sebagaimana yang dimaksud Pasal 23 tanpa izin usaha pengelolaan dipidanakan dengan penjara paling lama lima tahun dan denda setinggi-tingginya Rp50 miliar. Pernah nggak ada dilakukan seperti itu?" tanya Elan.
Elan mengingatkan bahwa penegakan hukum yang tegas dan sistematis sampai ke akar masalah dapat menjadi solusi masalah illegal drilling yang sudah menahun. "Seperti BNN dalam menanggulangi masalah narkoba, hukuman yang berat dan tegas harus diberlakukan kepada mereka yang terlibat, termasuk pelaku utama, pemodal, serta oknum yang mendukung kegiatan illegal ini. Langkah ini penting untuk menciptakan efek jera yang nyata dan mencegah pelanggaran berulang," paparnya.
Elan juga mengungkapkan bahwa celah untuk aktivitas illegal drilling juga terbuka karena masih banyak daerah Wilayah Kerja (WK) Migas yang tidak tereksploitasi secara efektif oleh perusahaan migas yang mengelola WK Migas tersebut.
Sebagai contoh, wilayah operasi Pertamina EP (PEP) sangat luas dari Sumatera Utara sampai Papua yaitu mencapai 113.629 km2. Diperkirakan 70-80% area WK PEP tersebut tidak tereksploitasi secara efektif ataupun tidak sama sekali. "Lapangan yang tidak terkelola menjadi potensi pengeboran ilegal oleh masyarakat," tegas Elan.
Padahal, potensi migas yang berlum tereksploitasi tersebut cukup besar apabila ditawarkan kepada investor yang berminat dengan skema yang tepat dan didukung dengan data-data sumur dan seismik yang lebih lengkap. "Aspermigas yakin pengelolaan lebih dari 80.000 km2 wilayah kerja migas ex-PEP oleh investor baru atau bersama Pertamina dapat menghasilkan tambahan produksi minyak bagi negara lebih dari 250 ribu BOPD," terang Elan.
Karena itu Aspermigas mengusulkan langkah pengembalian kepada Pemerintah bagian Wilayah Kerja yang tidak atau kurang terekploitasi. Di mana wilayah yang tidak dikerjakan dan dikembalikan menjadi tanggung jawab Pemda dan aparat terkait untuk penertiban yang disokong oleh task force sehingga kemudian dapat ditawarkan kembali kepada investor yang berminat.
"Potensi yang masih besar dengan data-data sumur dan seismik yang lebih lengkap bisa menjadi daya tarik bagi investor bila ditawarkan dengan skema Production Sharing Contract (PSC), bukan dengan skema KSO maupun idle wells," pungkas Elan. RH