PT Pertamina EP Jambi Field turut membekali para warga binaan dari Lapas Perempuan Kelas IIB Jambi dengan keterampilan membatik. Foto-foto: Ridwan Harahap |
Muaro Jambi, OG Indonesia – Pagi itu Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIB Jambi sudah terlihat sibuk. Warga binaan Lapas bergerak aktif dengan kegiatannya masing-masing. Kesibukan kiranya membuat mereka lupa tengah menjalani masa hukuman di dalam tembok Lapas. Ada yang serius membatik, hilir mudik di dapur membuat kue dan panganan, hingga telaten mengasah keterampilan tata rambut dan salon.
Pada sisi kanan bagian dalam bangunan merupakan ruangan untuk unit kerja membatik.
Terlihat delapan perempuan muda hingga usia paruh baya yang tekun dengan masing-masing
aktivitasnya, mulai dari menggambar pola, mencanting, sampai mewarnai. Selain kegiatan
membatik, di sisi ruangan tersebut ada pula yang asyik membuat aneka kerajinan
tangan. Sementara di belakang gedung BLK terdapat empat perempuan muda yang tengah
fokus meluruhkan lilin malam dalam air mendidih, mencelup kain batik untuk
pewarnaan akhir, serta menjemur kain batik di tali jemuran.
Program membatik yang dikembangkan di Lapas Perempuan Kelas IIB Jambi ini
merupakan inisiasi PT Pertamina EP (PEP) Jambi Field yang tergabung dalam
Regional 1 Sumatra Zona 1 sebagai bagian dari Subholding Upstream Pertamina. Sasaran
penerima manfaat program ini adalah warga binaan Lapas Perempuan yang berkeinginan
mengembangkan potensi lokal budaya batik serta potensi diri untuk berkarya di
bidang batik. “Ini sebagai bekal kalau keluar dari Lapas nanti, salah satu
keahliannya kan bisa membatik,” kata Hermansyah, Field Manager Pertamina
EP Jambi Field kepada OG Indonesia ketika ditemui di Jambi, Jumat
(6/9/2024).
Batik yang dikembangkan di Lapas Perempuan ini merupakan replikasi program
Batik Serumpun Berlian yang berlokasi di Kelurahan Legok, Kecamatan Danau
Sipin, Kota Jambi. Program batik ini diperluas di Lapas Perempuan Kelas IIB
Jambi yang berlokasi di Desa Bukit Baling, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muaro
Jambi. Lapas perempuan ini menampung sekitar 200 narapidana dengan berbagai
macam kasus, dari narkoba, kriminal umum, sampai kasus korupsi.
Hermansyah menerangkan, program ini muncul dari permasalahan utama di Lapas Perempuan
Kelas IIB Jambi yaitu terkait kehidupan warga binaan pasca hukuman dan kembali
ke masyarakat. Stigma negatif yang melekat dari seorang mantan
narapidana kerap membuat mereka dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Dari hasil pemetaan ditemukan beberapa potensi yang dimiliki oleh
beberapa warga binaan lapas, salah satunya adalah membatik.
Kegiatan membatik untuk warga binaan dimulai pertama kali di tahun 2019. Kala itu Lapas Perempuan IIB Jambi masih tergabung di Lapas Anak Sungai Buluh, Kabupaten Batanghari, Jambi. PEP Jambi Field memulai program ini dengan memberikan pelatihan terkait membatik dari dasar. Perusahaan juga memberikan sejumlah peralatan untuk membatik berupa kompor, panci, lilin/malam, alat canting, kain putih, hingga bahan baku pewarnaan.
Dari awalnya hanya diminati delapan orang kemudian bertambah terus peminatnya
hingga sekarang berjumlah 20 orang. “Alhamdulillah batik ini merupakan unit
kerja unggulan kita yang sudah mendapatkan penghargaan dari Ditjen PAS
(Direktorat Jenderal Pemasyarakatan),” tutur Ria Rahmawaty, Kepala Seksi Bimbingan
Narapidana dan Anak Didik dan Kegiatan Kerja (Binadik & Giatja) Lapas Perempuan
Kelas IIB Jambi kepada OG Indonesia saat berkunjung ke Lapas Perempuan
Kelas IIB Jambi, Jumat (6/9/2024).
Dengan bangga Ria bercerita, kegiatan membatik merupakan unit kerja pertama
di Lapas yang kemudian menjadi lokomotif yang menarik munculnya gerbong-gerbong
unit kerja baru. Saat ini telah ada 10 unit kerja di BLK Lapas Perempuan IIB Jambi.
Selain membatik masih ada unit kerja tata boga, membuat kue, salon, laundry,
kerajinan tangan, menjahit, garmen, bordir, sampai pertanian.
Tujuh Motif Telah Dipatenkan
Para peserta pelatihan membatik juga ditantang untuk kreatif membuat motif
batik tulis yang khas. Seperti pada saat pandemi Covid-19 melanda dunia, terbersit
ide untuk membuat batik dengan motif Corona karena rasa rindu warga binaan akan
keluarganya yang tidak dapat bertatap muka langsung akibat adanya pandemi. Motif
Corona ini sekarang sudah didaftarkan HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) serta
menjadi salah satu motif favorit dari Lapas Perempuan Kelas IIB Jambi.
Secara total ada sekitar 20-an motif yang telah dikreasikan warga binaan
dengan tujuh motif di antaranya telah dipatenkan yaitu motif Corona, Cahaya Resam,
Queen Nanas, Jembatan Angso Duo, Harimau Gunung Kerinci, Candi Keris, hingga
motif Pian Puan yang menggambarkan pegawai perempuan dari Lapas Perempuan. “Kami
yang memancing idenya, mereka (warga binaan) yang mengembangkan motifnya,” ucap
Ria.
Ria Rahmawaty, Kepala Seksi Binadik & Giatja Lapas Perempuan Kelas IIB Jambi (kanan) tengah memamerkan kain batik karya para warga binaan yang dijual di Kejora Galeri yang berada di komplek Lapas. |
Diterangkan Ria, hasil karya batik warga binaan sering diikutsertakan dalam
berbagai macam event pameran, bazaar bahkan perlombaan yang diselenggarakan di
kota Jambi. Dengan menampilkan karya batik di berbagai acara menjadi ajang
promosi dari produk batik Lapas kepada masyarakat luas. Permintaan pun berdatangan. “Batik
itu lumayan, satu kain batik tulis ini bisa dihargai hingga Rp500 ribu,”
ungkapnya. “Dalam satu minggu kita bisa menyetok 2-3 batik. Kita banyak pesanan
juga seperti kemarin dari KPU Muara Jambi, dari DPRD juga,” lanjut Ria.
Dengan meningkatnya kegiatan produksi dan permintaan pesanan batik, dilakukan
diversifikasi produk. Selain dari kain batik, warga binaan juga membuat kreasi
berbagai macam jenis produk, seperti bando, pouch, lacak, kalung, tas,
sandal, hingga dibuat jilbab batik dan tengkuluk.
Asal tahu saja, karya batik dari Lapas Perempuan IIB Jambi juga sempat menyita perhatian dari Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan Ibu Wapres Wury Ma’ruf Amin beserta rombongan ibu-ibu dari Organisasi Aksi Solidaritas Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM) yang datang mengunjungi Lapas Perempuan Kelas IIB Jambi pada akhir tahun 2022. Tak hanya berkunjung, rombongan Ibu Negara saat itu memborong kain batik dan produk-produk lainnya dari warga binaan Lapas di Kejora Galeri yang menjadi etalase dari karya-karya warga binaan yang letaknya masih berada di lingkungan Lapas.
Menatap Keberlanjutan Usaha di Luar Lapas
Pada sisi hulu, kegiatan pelatihan membatik warga binaan perempuan sudah
dilakukan dengan baik oleh PEP Jambi Field dan Lapas Perempuan Kelas IIB Jambi.
Namun potensi tidak terserapnya skill membatik warga binaan di sisi
hilir pasca masa tahanan mereka selesai juga menyeruak. Untuk itu PEP Jambi
Field juga mulai memikirkan keberlanjutan program di luar tembok penjara.
Seorang warga binaan perempuan tengah menjemur kain batik. Diharapkan bekal keterampilan membatik ini dapat mereka manfaatkan sebagai sumber penghasilan saat keluar dari Lapas nanti. |
Meli Kurniati, mantan warga binaan Lapas Perempuan Kelas IIB Jambi yang kini
telah menghirup udara bebas mengaku dirinya mau terus mengembangkan keterampilan
membatiknya di tengah masyarakat. Sebelumnya, dirinya sudah punya bakat kreasi
kuliner sebelum menjadi tahanan. Ketika di Lapas dia pun tertarik mencoba skill
baru yaitu membatik. “Jadi pas masuk ke dalam saya lihat ada kegiatan
membatik, ya sudah saya ikut saja,” ujar perempuan yang akrab disapa Yuk Meli
ini.
Namun setelah lepas dari masa tahanan, dirinya kembali menekuni usaha aneka kue
kering dan kue basah yang telah dijalankannya sejak dulu. Keterampilan membatik
Yuk Meli belum termanfaatkan. Padahal ketika ditanya apakah masih mengetahui
dan memiliki kemampuan membatik, dirinya menjawab dengan yakin, “Bisa!”
Melihat kondisi ini, PEP Jambi Field tengah menjajaki para mantan narapidana yang telah mengenyam pelatihan batik di Lapas seperti Yuk Meli untuk terjun mengembangkan kegiatan usaha membatik di Jambi. “Mungkin salah satu kelanjutannya akan kami coba petakan bagaimana untuk ke depannya. Kalau memang bisa, Yuk Meli bisa membangun kelompok baru untuk kegiatan membatik di lingkungannya, mungkin 5-10 orang sudah bisa jalan. Tim CDO (Community Development Officer) kami banyak yang bisa mem-provide itu. Jadi tidak sekadar melepas saja tetapi dikawal juga,” tutup Hermansyah. RH