Tuban, OG Indonesia – Dengan telaten dirinya mengumpulkan potongan padi yang berserak. Menatanya lalu mengikatnya dengan apik di belakang jok motornya untuk dibawa ke rumah. Dia tidak ingin potongan padi organik dari kegiatan seremonial panen raya tercecer sia-sia. “Urip iku urup,” demikian tulisan di kaos putihnya. Arti harfiahnya adalah “hidup itu nyala” yang kalau menurut filosofi Jawa memiliki makna dalam hidup manusia harus selalu memberikan manfaat bagi orang lain di sekitarnya.
Dia adalah Sutikno atau akrab dipanggil Pakwo Tik. Pakwo
merupakan sapaan khas Jawa untuk seorang pria yang lebih tua. Sebagai sosok
yang dituakan, Pakwo Tik didapuk menjadi Ketua Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) Desa Rahayu yang berada di Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Jawa
Timur. “Kemarin padinya baru dipanen, sekarang sedang dijemur,” kata Pakwo Tik kepada
OG Indonesia saat berkunjung ke Desa Rahayu di Tuban, Rabu (14/8/2024).
Diterangkan olehnya, Gapoktan Desa Rahayu sudah mengimplementasikan
pertanian padi organik selama tiga musim tanam terakhir untuk varietas padi
Pandan Wangi dan Mentik Susu. Pertanian padi organik ini didukung oleh PT
Pertamina EP (PEP) Sukowati Field lewat Program Pengembangan Masyarakat (PPM)
yang diberi nama Program Petani Rahayu Bersatu Kreatif dan Sejahtera (Prabu
Kresna) yang telah digulirkan sejak 2021. Panen perdana padi organik ini telah
dilakukan pada Oktober 2023 lalu dan medio Agustus 2024 merupakan panen ketiga.
“Alhamdulillah pada musim yang pertama panennya bisa mencapai 9,7 ton
per hektare. Untuk tahun ini kelihatannya lebih bagus, mudah-mudahan hasilnya semakin
tinggi,” ucap Pakwo Tik.
Padahal sebelum menerapkan pertanian organik alias masih pakai
cara konvensional dengan menggunakan pupuk kimia dan pestisida, hasil panen di
sawah yang sama rata-rata hanya sekitar empat ton per hektare, bahkan bisa
sampai dua ton atau tak jarang juga ditimpa gagal panen. “Dulu itu kami panen
gagal terus karena kondisi tanahnya sudah terlalu rusak akibat penggunaan bahan
kimia. Kalau penggunaan pupuk kimia itu, misal tahun ini empat kuintal maka
tahun depan harus lima kuintal, naik terus sementara penghasilannya menurun,”
beber pria yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun Nggandu di Desa Rahayu ini.
Dari sisi biaya, Pakwo Tik memaparkan, saat menerapkan
pertanian cara lama dengan bahan-bahan kimia, dahulu petani harus merogoh kocek
sampai Rp12 juta per hektare. Yang paling terasa dari ongkos untuk pestisida.
Terhitung ada delapan kali penyemprotan pestisida dengan biaya sekali
penyemprotan Rp500 ribu, sehingga total pengeluaran untuk pestisida ini
mencapai Rp4 juta. Saat ini berkat pertanian organik, secara total petani hanya
perlu mengeluarkan biaya Rp8 jutaan saja. “Itu nanti ke sananya biayanya akan
lebih ringan,” jelasnya seraya menerangkan bahwa dari waktu ke waktu tanah akan
kian subur jika terus menerapkan pertanian organik.
Dari sisi pendapatan bagi petani juga lebih bagus. Biasanya,
dahulu dari produksi sekitar 4 ton per hektare dengan harga gabah Rp5.000 per
kilogram, maka pendapatan petani sekitar Rp20 juta. Sebab petani hanya menjual
gabah tanpa nilai tambah. Kini dengan produksi yang lebih besar di atas 9 ton
per hektare, petani juga didampingi oleh tim PEP Sukowati Field untuk
memberikan nilai tambah dengan mengolah padi menjadi beras kemasan yang harga
jualnya juga jauh lebih tinggi. Jika dihitung secara keseluruhan maka terjadi peningkatan
pendapatan petani sampai Rp22 juta per hektare per musim tanam dibandingkan
pendapatan sebelumnya.
Emol-emol, Rumpos dan Rubuha
Dalam mengaplikasikan pertanian organik, diceritakan Pakwo
Tik, Gapoktan Desa Rahayu hanya kesulitan di saat memulai penerapan pertanian
organik saja. Di mana para petani harus mewujudkan kesuburan tanah dan
kesehatan tanaman padi dengan pupuk kompos dari kotoran hewan dan semprotan MOL
(Mikro Organisme Lokal) atau yang petani lebih gampang sebut dengan istilah emol-emol.
“Cuma berat di awal aja, kita genjot dan katrol pakai kompos sesuai
ukuran, berdasarkan arahan dan pendampingan itu sekitar enam ton per hektare.
Terus disemprot emol-emol secara tepat waktu. Perawatannya yang berat
itu umur 1 sampai 30 hari, setelah itu aman,” papar Pakwo Tik.
Terdapat tujuh jenis MOL yang bahan alaminya banyak
didapatkan dari lingkungan sekitar, yaitu MOL nasi dari nasi basi, MOL bopis
dari bonggol pisang, MOL rebung dari tanaman bambu yang baru tumbuh, MOL maja dari
buah maja atau berenuk, serta MOL masela yang merupakan campuran maja, serai, dan
laos. Lalu masih ada MOL keong dari keong dan MOL buah-buahan dari pisang dan
pepaya yang telah berwarna kuning. Cara membuat ramuan emol-emol menggunakan
rumus 1:2:4, yaitu sebanyak 1 kilogram bahan, 2 liter air kelapa, dan 4 liter
air leri atau bekas cucian beras yang kemudian dicampur dan direbus. “Terus
disimpan selama 15 hari setelah itu baru bisa disemprotkan,” tuturnya.
Ada khasiat yang berbeda untuk setiap MOL. Mol nasi sebagai
dekomposer atau pengurai sampah organik sangat baik untuk menyuburkan tanah dan
membantu tanaman tumbuh. Mol maja ampuh sebagai insektisida dan penambah
nutrisi, demikian juga MOL keong bagus untuk nutrisi tanaman. Ada lagi MOL rebung
yang berguna untuk meninggikan tanaman. Sementara MOL bopis spesifik untuk memperbanyak
anakan padi. Kebalikannya, MOL buah-buahan mustajab untuk menyetop anakan yang
tidak produktif agar pembuahan padi menjadi maksimal.
Pakwo Tik menegaskan, padi yang dihasilkan lewat pertanian
organik kini jauh lebih baik ketimbang dahulu saat masih ditanam dengan bantuan
bahan-bahan kimia. Bulir-bulir padinya lebih banyak serta terlihat lebih besar
dan berisi. “Jadi kami tidak mengada-ada, apa adanya. Boleh dibandingkan dengan
samping kanan kiri sawah, bulir padi yang konvensional (pertanian kimia) dan
yang organik,” ujarnya bangga. Di samping itu, tanaman padi yang diperlakukan
lewat pertanian organik juga lebih tahan dari organisme pengganggu tumbuhan
(OPT).
Bagaimana dengan hama tikus? Terkait masalah ini, PEP
Sukowati Field telah membangun empat Rumah Burung Hantu (Rubuha) di area
persawahan warga. Solusi menghadirkan burung hantu sebagai predator alami tikus
ini dinilai lebih efektif membasmi tikus dibandingkan pemasangan pagar listrik
yang justru rawan membahayakan penduduk sehingga cara tersebut kini sudah
ditinggalkan petani.
Rumah Burung Hantu (Rubuha) berhasil menarik predator alami tikus yaitu burung hantu untuk membasmi tikus serta menjaga tanaman padi di sawah Desa Rahayu tetap tumbuh hingga masa panen tiba. |
Untuk menunjang kegiatan pembuatan kompos dan MOL, PEP Sukowati
Field telah membangun tiga Rumah Kompos (Rumpos). Di Rumpos inilah sampai tahun
2024 telah diolah sebanyak 118,5 ton limbah kotoran hewan ternak dari seputaran
Desa Rahayu yang semula tidak termanfaatkan dan berpotensi mencemari
lingkungan. Salah satu Rumpos, letaknya persis di samping rumah Pakwo Tik dan hanya
sekitar 300 meter dari pintu gerbang Central Processing Area PEP Sukowati Field
di Desa Rahayu, Kabupaten Tuban.
Uniknya, batako untuk membangun Rumpos tersebut berasal dari
pemanfaatan sulfur cake yang berasal dari produksi gas Lapangan Sukowati
yang beroperasi di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Arif Rahman Hakim, Field
Manager Sukowati Field, dalam kesempatan yang sama menjelaskan bahwa dari
produksi gas Sukowati Field memang terdapat impurities dengan kandungan
sulfur tinggi. “Sulfur itu kami proses menjadi padatan sulfur cake. Biasanya
itu dibuang dengan berbayar. Sebetulnya itu bukan limbah tapi kami treatment
seperti limbah, tetapi sekarang ini dimanfaatkan menjadi batako, kami berkerja
sama dengan PT PRIA,” jelas Arif.
Untuk urusan pemasaran, Gapoktan Desa Rahayu saat ini sudah
mampu mencukupi kebutuhan beras organik dari rumah tangga hingga perkantoran di
sekitar desa, termasuk para karyawan dari PEP Sukowati Field. “Pemasarannya
saat ini ke kantor-kantor dinas dan orang-orang Pertamina,” kata Pakwo Tik
sambil tersenyum. Saat ini memang setiap pekerja PEP Sukowati Field diwajibkan
untuk membeli beras organik minimal 10 kilogram setiap bulannya. Tercatat ada
sekitar 50 orang karyawan dari PEP Sukowati Field, sehingga kontribusi
Pertamina menyerap beras organik dari petani Desa Rahayu sekitar 0,5 ton setiap
bulannya.
Imam Lughuzali selaku Kepala Desa Rahayu juga mendukung keberpihakan
tersebut. “Sejak panen awal sampai sekarang saya tidak pernah terputus makan pakai
beras organik. Kalau yang pakai kimia, hari ini dimasak, besok nasinya sudah
berubah aromanya. Sementara kalau pakai beras organik tetap wangi, dua sampai
tiga hari tidak basi. Rasanya juga jauh berbeda,” pujinya.
Sustainability dan Life Cycle Solution
Kades Rahayu tersebut tak menyangka, sawah yang dahulu nyaris
sekarat sekarang bisa produktif kembali dengan hasil tani yang baik. Dia pun
bercerita awal mula pihaknya bersama dengan pihak PEP Sukowati Field memetakan
permasalahan sosial di Desa Rahayu yang akhirnya menemukan kesulitan para
petani yang ternyata produktivitas sawahnya terus menurun. “Jadi kita
terpanggil bersama teman-teman Pertamina EP untuk mencari solusinya. Makanya
kita datangkan pendamping pertanian, terus kita uji lab tanahnya yang ternyata
ada kerusakan,” kisahnya. “Dari situ kemudian muncul solusi pertanian organik,”
lanjut Imam.
Imam Lughuzali, Kepala Desa Rahayu (kiri) bersama dengan Arif Rahman Hakim, Field Manager Sukowati Field (kanan) saat panen raya padi organik dari Program Prabu Kresna di Desa Rahayu, Tuban. |
Disambung oleh Arif Rahman Hakim, program PPM Prabu Kresna
diterapkan PEP Sukowati Field di Desa Rahayu sebagai implementasi sustainability
dan life cycle solution bagi warga di sekitar daerah operasi
perusahaan. Dari kondisi petani yang berpenghasilan kecil dan terbatas,
berupaya didorong agar penghasilannya bertambah dan menjadi mandiri. Dari kondisi
sanitasi dan lingkungan yang kewalahan dengan pembuangan kotoran hewan ternak
warga, menjadi terbantu dengan adanya kebutuhan kotoran hewan untuk diolah
menjadi pupuk kompos yang dibutuhkan oleh pertanian organik.
Semua program dan solusi tersebut, jelas Arif, telah melalui
diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan setempat serta melewati proses
studi banding ke tempat lain yang telah sukses menerapkannya. Seperti ide terkait
Rubuha untuk membasmi tikus, tim PEP Sukowati Field meniru best practice di
Desa Sawahan, Kecamatan Rengel, Tuban, yang berhasil memberantas hama tikus
dengan solusi Rubuha. “Idenya bukan hanya dari Pertamina. Mana yang sudah
berhasil, kami coba implementasikan di Desa Rahayu ini. Jadi kami tidak
menawarkan solusi yang ujug-ujug, dilihat apa potensi yang ada di sini,
kami hanya mendorong untuk dikembangkan sehingga masyarakat di sini bisa lebih
makmur dan bisa terus berdampingan dengan area operasi Pertamina,” paparnya.
Arif mengakui perlu upaya keras dalam merangkul para petani agar
turut mengimplementasikan pertanian organik lewat program Prabu Kresna. “Awalnya
rada sulit karena mereka mau lihat hasilnya dulu,” ungkapnya. Namun pihak PEP Sukowati
Field tidak kehilangan akan. Dibuatlah demplot-demplot yang bisa dilihat oleh petani
setempat sebagai wahana untuk mendemonstrasikan cara pertanian organik. Lalu
para petani yang tertarik juga diajak untuk melihat kesuksesan pertanian
organik di Cepu.
Hasilnya, dari awalnya hanya segelintir petani yang tertarik,
kini sudah banyak petani terlibat dan bahkan karena itu didirikanlah Gapoktan
Desa Rahayu yang sekarang telah beranggotakan 83 petani. Terhitung, sawah yang
telah mengaplikasikan pertanian padi organik di Desa Rahayu saat ini telah
mencapai 9,35 hektare dan masih terus bertambah. “Di awal program hanya sedikit
petaninya, tetapi setelah produknya terlihat, kok padinya lebih bagus,
lebih banyak dan lebih besar, banyak petani yang bertanya dan bergabung,” lanjut
Arif.
Replikasi Program di Daerah Lain
Atas kesuksesannya di Desa Rahayu, Program Prabu Kresna PEP Sukowati
Field sukses menyabet Proper Emas di tahun 2023 dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan karena dinilai telah memberikan dampak positif kepada petani
Desa Rahayu. Tak heran program pertanian organik serupa telah direplikasi PEP
Sukowati Field pada tiga desa di Kabupaten Bojonegoro yaitu Desa Ngampel, Desa
Sambiroto, dan Desa Campurejo. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai pengelola kegiatan usaha hulu
migas di tanah air bahkan berharap Pertamina EP bisa mereplikasi Program Prabu Kresna
di berbagai wilayah lain di Indonesia mengingat luasnya wilayah kerja migas
Pertamina EP dari Aceh sampai kawasan Papua.
“Apa yang telah dilakukan PEP Sukowati dengan program Prabu
Kresna menunjukkan bahwa peranan industri hulu migas telah berkembang lebih
kuat lagi, tidak hanya dalam konteks menyediakan pasokan energi guna mendukung
ketahanan energi, tetapi juga mendukung upaya mencapai ketahanan pangan,” kata
Hudi D. Suryodipuro, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas kepada OG
Indonesia, Senin (26/8/2024). “SKK Migas memberikan apresiasi atas program
PPM PEP Sukowati Field yang sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar
wilayah operasi dan berharap dapat terus ditingkatkan pelaksanaannya agar
semakin banyak petani di sekitarnya yang dapat ikut serta,” tambahnya.
Hudi menyebut Program Prabu Kresna sangat baik karena tidak
hanya memiliki manfaat secara ekonomi tetapi juga ada manfaat lingkungan yang
terus terjaga dengan baik. Menurutnya hal ini telah sejalan dengan panduan program
pengembangan masyarakat di industri hulu migas yang diarahkan pada lima pilar
utama yaitu Infrastruktur, Ekonomi,
Pendidikan, Kesehatan, dan Lingkungan. “Dalam beberapa aspek, sering kali antar
pilar menjadi berkaitan, seperti apa yang dilakukan PEP Sukowati melalui
program Prabu Kresna yang memberikan dampak positif terkait aspek ekonomi dan
lingkungan,” imbuhnya.
Dalam menjalankan kegiatan PPM, SKK Migas meminta perusahaan
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dapat memetakan apa saja kebutuhan
masyarakat dan masalah apa yang terjadi pada lingkungan di sekitar wilayah operasi
migas perusahaan dan berupaya untuk mencarikan solusinya. SKK Migas meminta
pula agar kegiatan PPM dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah daerah maupun stakeholders
lainnya di daerah tersebut.
“Seperti yang kita ketahui kegiatan Program Prabu Kresna adalah kolaborasi PEP Sukowati dengan Kepala Desa setempat beserta jajaran lain yang terkait. Ini tentu sangat bagus, karena menjadikan kegiatan PPM itu bisa menyentuh kebutuhan masyarakat dan juga mendukung program Pemerintah,” pungkas Hudi. RH