Pentingnya Pendekatan Inovatif Diversifikasi Energi dalam Menghadapi Perubahan Iklim


Jakarta, OG Indonesia --
P
endekatan-pendekatan inovatif dalam diversifikasi energi demi menguatkan energy security, mengendalikan perubahan iklim dan mengoptimalkan potensi dalam negeri menjadi sorotan dalam webinar series volume pertama yang diselenggarakan oleh Departemen Energi Digital, Mineral, dan Investasi (DEMI) Alumni Connect PPI Dunia (Asosiasi Lulusan asal Indonesia dari Kampus Luar Negeri) dan Komunitas Migas Indonesia (KMI). 

Menurut Muhammad Iksan Kiat, Ketua DEMI Alumni Connect PPI Dunia, Indonesia harus inovatif dalam mengurus persoalan energi serta sebaiknya tidak masuk dalam permainan yang dibuat negara lain yang belum tentu cocok dengan situasi dan kondisi nasional. “Negeri ini punya potensi, konsentrasi dan cara dominasi sendiri. Seperti dalam balapan, kita punya rail sendiri, punya momen sendiri untuk jadi game changer, dan yang penting di akhir kita jadi juara, game owner,” ujar Iksan yang juga menjadi moderator dalam acara webinar tersebut.

Webinar volume pertama yang bertemakan "Diversifikasi Energi dan Konsep 'Energy Addition': Teknologi Clean Coal, Transgas Pipeline dan LNG, dan CCUS untuk Energy Mix yang Resilient, Reliable, dan Sustainable", ini menghadirkan pembicara-pembicara terkemuka dari berbagai sektor seperti Dr. Julian A. Shiddiq (Direktur Pembinaan Program Mineral Batubara Kementerian ESDM), Dr. Nuki Agya (Direktur Utama ASEAN Center for Energy), Dr. Ardian Nengkoda, Saudi Aramco Senior Professional dan Perwakilan Society of Petroleum Engineer (SPE), hingga Dr. Anggawira (Ketua Asosiasi Perdagangan Energi dan Batubara Indonesia/ASPEBINDO))

Acara pada Jumat (26/7/2024) ini dibuka dengan sambutan dari S. Herry Putranto, Ketua KMI yang menekankan pentingnya membahas isu-isu energi global dan peran sektor energi dalam menjawab tantangan perubahan iklim, seperti CCS/CCUS dan sebagainya.

Dalam webinar ini para ahli dan pemangku kepentingan menyampaikan pandangannya terkait persoalan energi saat ini. Julian A. Shiddiq, Direktur Pembinaan Program Mineral Batubara Kementerian ESDM, menyatakan bahwa saat ini batu bara masih menjadi sumber energi utama dan penyangga bagi Indonesia sampai saatnya nanti energi terbarukan dapat mencapai porsi yang diharapkan sesuai target bauran energi nasional. 

"Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, batu bara dapat dioptimalkan melalui inovasi teknologi untuk menggantikan pembangkit eksisting dengan pembangkit base load EBT, seperti melalui biomass co-firing. Selain itu, juga melalui penerapan inovasi teknologi batu bara bersih termasuk penerapan IGCC dan CCS/CCUS," ucapnya.

Sementara itu Nuki Agya, Direktur Utama ASEAN Center for Energy, berpandangan bahwa dalam proses phase out batu bara, yang menjadi tantangan adalah dapat mengurangi kapabilitas energi Indonesia. "Yang menjadi problem adalah mengurangi kapabilitas kita untuk men-secure our energy supply, karena kita memiliki abundant resources dari hidrokarbon itu sendiri dan juga akan memperparah ketergantungan kita terhadap less secure energy resources," tuturnya.

Sementara untuk energi terbarukan seperti solar PV dan wind itu 90 persen proses produksinya masih berada di negara lain seperti China. "Kita nggak cukup waktu untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Bagaimanapun, kalau kita paksa produksi wind dan solar ada di Asia Tenggara misalnya, itu kita butuh 20 tahun dan itu pun belum tentu harga PV dan wind kita jadi lebih murah. Sementara infrastruktur di China sudah sangat-sangat sempurna untuk membuat biaya PV dan wind sangat murah," beber Nuki. 

Dia pun mengingatkan, jika karena itu Indonesia tergantung teknologinya dari negara lain, hal ini berarti Indonesia masih menggantungkan energy security-nya terhadap negara lain. "Kita masuk dalam jebakan energy insecurity, jadi kita tidak bisa rely terhadap supply energy kita sendiri," tegasnya.

Pembicara lainnya, Ardian Nengkoda yang merupakan Saudi Aramco Senior Professional dan Perwakilan SPE, menyoroti dari sisi oil and gas. “Menurutnya, beberapa skill set dari rekan-rekan industri migas bisa diaplikasikan dan ditransformasikan untuk renewable energy. Misalkan kepakaran di bidang pengeboran “drilling” bisa ditransformasi ke wind engineering di mana dari drilling engineer menjadi generalist engineer, kemudian bisa dipakai sebagai wind engineer. "Selain itu, kami dari SPE sedang membangun riset serius tentang geothermal dan siap di-scale up di seluruh dunia," ungkapnya.

Ardian menambahkan, energy security harus jadi perhatian dan tidak bisa dilepaskan dari Indonesia. "Produksi migas Indonesia misalnya hanya sekitar 550-600 ribu barel per hari, sementara konsumsinya 1,2 juta. Dari mana nomboknya? Dari impor. Artinya Indonesia punya PR besar untuk mengisi gap tadi misalnya dari bio resources, renewable, dan sebagainya," paparnya.

Sedangkan Anggawira, Ketua ASPEBINDO, menyoroti tantangan yang dihadapi pelaku usaha level medium dalam mengoptimalkan potensi yang ada di Indonesia. “Ketika demand tinggi, mereka kesulitan meningkatkan produksi karena kesulitan mendapatkan pembiayaan dan butuh alat berat. Waktu yang seharusnya bisa kita optimalkan untuk meraup keuntungan jadi tidak optimal. Perusahaan kecil dan menengah biasanya tidak bisa mengakses pembiayaan lain selain perbankan. Tapi dari perbankan sendiri sudah merah, sebaiknya dari sektor keuangan misalnya OJK dan bank-bank dapat menerapkan kebijakan yang lebih lentur, tidak menopang secara langsung tapi sub-bisnis seperti alat berat bisa mendapatkan dukungan," urainya.

Dari berbagai isu terkini yang diulas, Iksan Kita menjelaskan, DEMI Alumni Connect akan rutin mengadakan webinar setiap bulannya dengan topik-topik yang relevan terkait dengan sektor digital, energi, mineral, dan investasi. “Program ini bertujuan untuk melakukan edukasi, mewadahi aspirasi, dan membuka ruang diskusi antar ahli dan pemangku kepentingan serta pihak-pihak terkait. Ini adalah gerakan intelektual penta-helix untuk mengkonsolidasi berbagai peran guna mewujudkan kebijakan dan bisnis yang berdaya saing global dan ikut berperan sebagai bagian dari solusi dalam menghadapi perubahan iklim,” tutur Iksan Kiat.

Acara webinar ini didukung oleh berbagai organisasi, termasuk ASIDA, HIPMI, SPA, WPC, IATMI, PERHAPI, dan FOKAL. Mitra media seperti OG Indonesia, Energy World, Ruang Energi, CSR, Jakarta Satu dan Listrik Indonesia juga berperan penting dalam mempromosikan kegiatan ini. Webinar ini sendiri disiarkan melalui YouTube PPI TV dan menarik perhatian peserta dari kalangan akademisi, birokrat, pegawai BUMN, pihak swasta, aktivis, dan pengusaha serta masyarakat pegiat energi. RH

Pentingnya Pendekatan Inovatif Diversifikasi Energi dalam Menghadapi Perubahan Iklim Pentingnya Pendekatan Inovatif Diversifikasi Energi dalam Menghadapi Perubahan Iklim Reviewed by Ridwan Harahap on Senin, Juli 29, 2024 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.