London, OG Indonesia -- Pertumbuhan tenaga surya dan angin mendorong listrik energi terbarukan dunia melampaui 30% untuk pertama kalinya pada 2023. Sayangnya, pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia tak setinggi tren global, dengan hanya 20% listrik berasal dari energi terbarukan pada 2022.
Hal tersebut mengacu laporan tahunan “Global Electricity Review 2024” yang dirilis EMBER, lembaga think tank global. Laporan ini menyebutkan, sejak 2000, listrik berbasis energi terbarukan di dunia telah meningkat dari 19% menjadi lebih dari 30%.
Kondisi ini didorong oleh peningkatan penggunaan tenaga surya dan angin dari 0,2% pada 2000 menjadi 13,4% pada 2023. Berkat hal itu, intensitas emisi CO2 dari pembangkit listrik global mencapai rekor terendah pada 2023, 12% lebih rendah dari puncak intensitas CO2 global pada 2007.
“Masa depan berbasis energi terbarukan kini mulai menjadi kenyataan,” kata Aditya Lolla, Direktur Program Asia, EMBER dalam keterangannya, Rabu (8/5/2024). “Tenaga surya, khususnya, tumbuh dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya," tambahnya.
Meski demikian, Indonesia belum mengalami pertumbuhan serupa. Pembangkitan listrik bertenaga surya dan angin di Indonesia hanya mencapai 0,2% pada 2022. Padahal, negara ASEAN seperti Vietnam telah mencapai 13% listrik dari tenaga surya dan angin pada 2023.
“Seiring dengan dunia yang berlomba-lomba mengadopsi energi terbarukan, Indonesia tidak boleh ketinggalan dibandingkan Vietnam dan India. Perusahaan dan investor semakin menuntut ketersediaan energi bersih untuk investasi mereka,” kata Putra Adhiguna, Managing Director Energy Shift Institute.
Tenaga surya jadi pemasok utama pertumbuhan listrik di seluruh dunia, yang menghasilkan tambahan dua kali lebih banyak dibandingkan batu bara pada 2023. Tenaga surya mempertahankan status sebagai sumber listrik dengan pertumbuhan tercepat di dunia selama 19 tahun berturut-turut, melampaui tenaga angin, dan menjadikannya sumber listrik baru terbesar selama dua tahun berturut-turut.
Titik Balik Krusial
Laporan EMBER menyimpulkan, pesatnya pertumbuhan tenaga surya dan angin membawa dunia ke titik balik yang krusial, di mana pembangkitan listrik berbasis fosil menurun secara global, yang diproyeksikan turun 2% pada 2024. Selain itu, perkiraan pertumbuhan listrik dari sumber energi memberi keyakinan bahwa era baru penurunan emisi sektor ketenagalistrikan segera dimulai.
Pertumbuhan listrik bersih membantu memperlambat pertumbuhan listrik fosil hampir dua pertiga dalam 10 tahun terakhir. Karena itu, separuh ekonomi dunia sudah melewati puncak produksi energi fosil dalam lima tahun terakhir. Meski demikian, Indonesia belum mencapai puncak emisi di sektor ketenagalistrikannya.
Menurut renewables target tracker milik EMBER, Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan (JETP) mengusulkan agar 44% pembangkitan listrik di Indonesia berasal dari energi terbarukan pada 2030. Namun, hal ini bergantung pada mobilisasi dana JETP di tahun mendatang, untuk merealisasikan proyek-proyek yang diusulkan dalam rencana investasi dan kebijakan komprehensif (CIPP).
“Kita sedang menyaksikan perubahan di tingkat global, dan pemerintahan baru Indonesia perlu mempertimbangkan implikasi makro dan peluang transisi energi, melampaui fiksasi tradisional pada angka biaya-manfaat yang sempit dari operator jaringan listrik,” kata Putra.
EMBER menggarisbawahi, faktor-faktor pendukung utama–ambisi kebijakan tingkat tinggi, mekanisme insentif, dan solusi fleksibilitas–mendorong pertumbuhan pesat tenaga surya dan angin, khususnya di Tiongkok, Brasil, dan Belanda.
“Peningkatan listrik bersih tidak hanya bertujuan mengurangi emisi karbon di sektor ketenagalistrikan,” Aditya Lolla menyimpulkan. “Hal ini juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan permintaan listrik di tengah perekonomian yang semakin berbasis listrik dan memisahkan pertumbuhan ekonomi dari emisi, yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim," lanjutnya.
Pada konferensi perubahan iklim PBB, COP28, Desember lalu, para pemimpin dunia bersepakat melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global pada 2030. Jika target tercapai, dunia akan menghasilkan 60% listrik dari sumber terbarukan pada tahun 2030, yang akan mengurangi hampir separuh emisi sektor ketenagalistrikan dan menempatkan dunia pada jalur yang selaras dengan tujuan iklim 1,5C.
Global Electricity Review ini menyajikan tinjauan komprehensif pertama mengenai sistem ketenagalistrikan global pada 2023 berdasarkan data berbagai negara. Laporan yang terbit hari ini dilengkapi kumpulan data terbuka pertama di dunia tentang pembangkitan listrik tahun 2023, mencakup 80 negara dan mewakili 92% permintaan listrik global, serta data historis untuk 215 negara. RH