Hudi D. Suryodipuro, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas.
Jakarta, OG Indonesia -- Dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) melakukan program dan kegiatan operasional yang lebih masif dan agresif di tahun 2024 dibandingkan tahun lalu. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi minyak dan gas guna mencapai target APBN 2024 dan pondasi bagi target jangka panjang yang telah ditetapkan dalam Renstra Indonesia Oil & Gas (IOG).
Namun, kegiatan operasional hulu migas akhir-akhir ini terganggu dengan kembali maraknya aktivitas illegal drilling yang dalam kurun waktu satu bulan telah terjadi rangkaian kecelakaan akibat aktivitas ilegal tersebut. Keberadaan sumur ilegal yang tidak memenuhi standar health, safety & environment (HSE) telah memunculkan persoalan kecelakaan dan kerusakan lingkungan lingkungan.
Meskipun penanganan aktivitas illegal drilling bukanlah tugas dan tanggung jawab SKK Migas dan KKKS, namun ketika terjadi kecelakaan di aktivitas illegal drilling, maka SKK Migas dan KKKS ikut terdampak, karena akan diminta bantuan dan dukungannya oleh instansi terkait untuk melakukan penanganan guna menghentikan kebakaran maupun pencemaran yang terjadi.
“Tidak itu saja, bahkan karena ketidaktahuan masyarakat, ketika ada kecelakaan di lokasi illegal drilling, maka sering kali masyarakat meminta SKK Migas untuk menangani dan menindak, sedangkan terkait penertiban illegal drilling bukanlah tugas dan tanggung jawab SKK Migas," terang Kepala Divisi Program dan Komunikasi Hudi D. Suryodipuro di Jakarta Jumat (17/5/2024).
Hudi menambahkan bahwa jika dibiarkan, aktivitas illegal drilling akan meluas dan dalam jangka panjang, akan menimbulkan persepsi negatif terhadap upaya peningkatan investasi hulu migas di Indonesia.
“Karena aktivitas illegal drilling, sebagian terjadi di wilayah kerja KKKS, yang kemudian ketika SKK Migas dan KKKS melakukan penanganan untuk menghentikan kebakaran maupun pencemaran lingkungan, maka biaya-biaya yang timbul akan diambilkan dari biaya operasional KKKS, jika kecelakaan akibat aktivitas ilegal tersebut terus terjadi maka tentu semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh KKKS”, imbuhnya.
“Tentu tidak hanya biaya, tetapi juga SKK Migas dan KKKS harus mengalokasikan sumber daya manusia (SDM) untuk menangani dampak dari kecelakaan illegal drilling, akibatnya tentu saja akan mengganggu operasional KKKS, sehingga kerja keras SKK Migas dan KKKS untuk mencapai target produksi dan lifting menjadi semakin berat," ujar Hudi.
Hudi menyampaikan harapan dari industri hulu migas agar instansi terkait dan aparat penegak hukum (APH) dapat melakukan penindakan yang tuntas atas kegiatan illegal drilling. “Dalam satu bulan terakhir, kami mencatat ada kejadian yang menyebabkan kecelakaan dari aktivitas yang melanggar hukum tersebut di Blora Jawa Tengah, Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Batanghari Jambi dan lainnya," katanya.
“Kami memberikan apresiasi kepada aparat penegak hukum yang telah menutup dan menghentikan aktivitas ilegal tersebut dan berharap langkah tegas tersebut dapat terus dilakukan untuk menekan dan memberikan efek jera bagi para pelaku illegal drilling," imbuh Hudi.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2021 tercatat kurang lebih 8.000 sumur ilegal di Indonesia dengan taksiran menghasilkan minyak sebesar 2.500 – 10.000 barel minyak per hari (barrel oil per day/bopd).
Lebih lanjut, Hudi menyampaikan bahwa jika mengacu Undang Undang Minyak dan Gas Tahun 2001, kegiatan penambangan yang diperbolehkan hanya melalui Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Ketentuan ini menegaskan bahwa aktivitas penambangan sumur yang dilakukan selain KKKS harus ditindak tegas secara hukum agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban jiwa. RH