Kegiatan pelepasan 1.000 tukik di pantai Muara Opu pada awal Januari 2024 yang dilakukan Lembaga Ovata Indonesia bersama PT Agincourt Resources. Foto-foto: Dok. PTAR |
Jakarta, OG Indonesia -- Berawal dari cerita kedai kopi. Kala itu tahun 2013, Erwinsyah Siregar masih bekerja di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, mendengar obrolan warga di kedai kopi di kota Padang Sidimpuan. Desas-desus di tengah masyarakat mengabarkan ada penyu di pantai Muara Opu, Tapanuli Selatan. Rasa tidak percaya langsung melintas di pikiran Erwinsyah. Bukan tanpa alasan, dirinya yakin tidak pernah ada informasi terkait keberadaan serta penyebaran satwa penyu di pantai Muara Opu.
Kendati demikian, tim dari Dinas Lingkungan Hidup Tapanuli Selatan tetap tertarik untuk menelusuri lebih lanjut keberadaan penyu dan menyusun rencana untuk pencarian penyu di Muara Opu yang kondisi jalannya saat itu masih sangat sulit ditembus. Kawasan Muara Opu cukup unik, wilayahnya seperti bagian dari Kabupaten Tapanuli Selatan yang menjulur mengakses laut, terjepit di antara Kabupaten Tapanuli Tengah di bagian utara dan Kabupaten Mandailing Natal di sebelah selatan. Panjang pantainya sekitar 17 kilometer berada di antara dua sungai yaitu sungai Batangtoru dan sungai Garoga serta menghadap Samudra Hindia.
“Singkat cerita, pada jam 9 malam hari kami adakan survei penyu di Muara Opu. Dari Desa Batu Mundom di Mandailing Natal kami naik sampan kecil sekitar dua jam ke lokasi pantai Muara Opu,” kisah Erwinsyah Siregar, Aktivis Lembaga Ovata Indonesia yang melakukan kegiatan penangkaran penyu di Muara Opu, kepada OG Indonesia, Senin (18/3/2024).
Erwinsyah mengisahkan, sesampainya di Muara Opu tim bergegas menjelajahi pantai tersebut dengan berjalan kaki sepanjang pantai Muara Opu dan kembali lagi ke titik awal untuk mencari jejak atau sarang penyu. Namun sampai subuh tak kunjung menemukan tanda-tanda keberadaan penyu. “Tetapi selepas shalat subuh itu ada warga Muara Opu yang kami temui di pantai dan dia pun menceritakan memang ada penyu di pantai ini, kalau warga setempat menyebutnya penyu gadang (besar) dan penyu biasa yang mereka sering jumpai,” jelasnya.
Berbekal informasi tersebut, tim Dinas Lingkungan Hidup Tapanuli Selatan mulai menjalin hubungan dengan masyarakat Muara Opu terkait upaya konservasi penyu di sana. Bukan hal yang mudah karena beberapa warga setempat ternyata kerap juga mengambil telur penyu yang mereka temui di tepi pantai untuk keperluan ekonomi. Perlu waktu berbulan-bulan untuk melakukan pendekatan dengan warga dan pemuka masyarakat Muara Opu bahwa kedatangan tim demi menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
Setelah komunikasi dengan warga kian terjalin, tim mulai membangun tempat penangkaran pada sekitar bulan September 2014. Diketahui, bulan September sampai Januari adalah musim bertelur penyu di pantai Muara Opu. “Kami beli telur-telur penyu dari masyarakat, dikumpulkan, pada saat itu ada sekitar 20 sarang,” jelas Erwinsyah.
Tak dinyana ternyata ditemukan juga telur penyu berukuran besar dari penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Erwinsyah terkejut karena biasanya penyu jenis tersebut sangat langka dan hanya ada di perairan Indonesia bagian timur, bukan di pantai barat Sumatra. Fakta tersebut dipastikan saat telur penyu tersebut menetas, di mana ahli penyu dari IPB menegaskan bahwa itu benar penyu belimbing.
Mendapati fakta tersebut kemudian dilakukan penelitian oleh Conservation International (CI) Indonesia terkait penyu-penyu di Muara Opu. Diperkirakan ada lima jenis penyu dari enam jenis penyu yang ada di perairan Nusantara, melakukan kegiatan peneluran di pantai Muara Opu, yaitu penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu abu-abu/lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu tempayan (Caretta caretta).
Erwinsyah membeberkan biasanya ada sekitar 300 sarang penyu ditemukan setiap tahunnya di sepanjang pantai Muara Opu. Rinciannya, yang terbanyak penyu abu-abu sebanyak 230 sarang, kemudian sisanya ada penyu sisik 30 sarang, penyu hijau 20 sarang, penyu tempayan 17 sarang. Sementara penyu belimbing cukup langka, dahulu rata-rata ditemukan 2-3 sarang setiap tahunnya, namun saat ini terkadang tidak ditemukan sarang penyu belimbing. Untuk jumlah telurnya, jenis penyu abu-abu dan penyu sisik dapat bertelur sampai 180-200 butir dalam satu sarang. Sedangkan penyu belimbing terbatas 75-80 telur saja dalam satu sarang.
Untuk melindungi penyu-penyu tersebut dari jamahan tangan pihak yang tidak bertanggungjawab maka dikeluarkan Peraturan Desa (Perdes) tentang Pengelolaan Sempadan Pantai dan Laut di Muara Opu pada tahun 2015. “Setelah itu tidak ada kegiatan lagi di sana, tidak ada lagi funding, tetapi saya tetap berinisiatif membuat penangkaran kecil-kecilan di sana,” tutur Erwinsyah yang bersama Dinas Lingkungan Hidup Tapanuli Selatan pada tahun 2018 juga telah melakukan penanaman pohon cemara laut sepanjang 5 kilometer di kawasan Muara Opu.
Lalu, sejak tahun 2019 Erwinsyah mulai rutin mengajak pemuda setempat untuk melakukan perkemahan di pantai Muara Opu untuk lebih mengenal alam sembari terus melakukan sosialisasi terkait isu penyelamatan penyu Muara Opu.
Bantuan dari PT Agincourt Resources
PT Agincourt Resources (PTAR) yang mengelola Tambang Emas Martabe di Batang Toru, Tapanuli Selatan, mulai terlibat dalam upaya konservasi penyu di Muara Opu pada tahun 2022 dengan memberikan bantuan dana. “Di tahun 2022 PTAR memberikan bantuan donasi untuk kegiatan camping tersebut,” ungkap Erwinsyah yang bersama tokoh masyarakat Muara Opu pada tahun 2023 juga pernah dikirim PTAR untuk melakukan studi banding terkait konservasi penyu ke Bengkulu.
Selanjutnya mulai awal tahun 2024 ini, PTAR mendukung sepenuhnya kegiatan Lembaga Ovata Indonesia untuk melepas 1.000 tukik alias anak penyu di Muara Opu secara bertahap di tahun 2024 ini. “Kegiatan ini merupakan momentum awal untuk kegiatan konservasi penyu yang didanai oleh PTAR,” jelasnya.
Erwinsyah Siregar, Aktivis Lembaga Ovata Indonesia. |
Seperti saat ini, Lembaga Ovata Indonesia yang digawangi delapan orang ini tengah merancang pembangunan tempat penetasan penyu lengkap dengan bangunan kantor yang anggarannya didukung oleh PTAR. Langkah ini untuk mengantisipasi gagal menetasnya telur-telur penyu yang ada di Muara Opu. Penyu memang sangat rentan hidupnya. Saat masih dalam telur, penyu kerap gagal menetas karena kondisi alam di saat pantai yang menjadi sarangnya terendam air pasang atau terguyur hujan dan badai. Selain itu masih ada pula ancaman hewan predator serta perburuan manusia. Padahal siklus hidup penyu tergolong lambat, baru bisa kawin dan bertelur pada usia 20-30 tahun.
Erwinsyah menceritakan bahwa pada 16 Januari 2024 kemarin ditemukan seekor penyu belimbing bertelur sebanyak 75 butir. “Cuma didapat informasi terakhir telurnya busuk, jadi sangat sayang sekali tidak ada pelepasan tukik penyu belimbing pada tahun ini,” ucap Erwinsyah. “Kalau ada tempat penetasan yang lebih bagus tentu kemungkinan menetasnya akan semakin besar,” lanjutnya.
Karena itu dengan rencana dibangunnya infrastruktur untuk tempat penetasan penyu, tempat monitoring serta kantor di Muara Opu, nantinya akan mempermudah pengawasan sarang-sarang penyu saat musim bertelur. “Desain dan gambarnya sudah saya berikan kepada PTAR, tinggal menunggu progresnya. Kami berharap bangunan ini bisa selesai sebelum bulan September (2024), saat musim bertelur penyu,” kata Erwinsyah.
Dalam acara buka puasa bersama Tambang Emas Martabe pada Jumat (15/3/2024), President Director PT Agincourt Resources Muliady Sutio menegaskan bahwa pencapaian produksi Tambang Emas Martabe juga harus memperhatikan aspek lingkungan sekitar. “Pencapaian produksi dari Agincourt kami bisa selesaikan dengan angka 175.000 ounce emas. Tentu saja kami melakukan ini dengan sangat memperhatikan semua peraturan-peraturan, semua ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia. Terutama kami fokus sekali dengan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan, hal-hal yang berkaitan dengan biodiversity yang ada di area sekitar tambang,” beber Muliady.
Guna menjaga biodiversitas di sekitar tambang, PTAR menggandeng sejumlah ahli dan lembaga, seperti Lembaga Ovata Indonesia yang peduli terhadap kelestarian penyu di perairan Samudra Hindia. Satwa penyu di Muara Opu termasuk jadi fokus perhatian PTAR mengingat kawasan tersebut menjadi muara dari aliran sungai Batangtoru yang juga melintasi kawasan Tambang Emas Martabe.
“Dengan berkembangnya aktivitas Agincourt ke depan yang semakin lama akan semakin banyak, tentunya kami juga akan menjaga kelestarian lingkungan. Memang mining itu ke depannya akan semakin menantang, semakin dalam dan semakin luas, jadi kami butuh kerja sama yang erat dari semua pihak untuk melancarkan semua proses yang ada di Agincourt,” papar Muliady.
Libatkan Masyarakat
Keterlibatan semua stakeholder memang sangat penting dalam mendukung berbagai kegiatan operasi perusahaan, termasuk untuk program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan. Karena itu PT Agincourt Resources berupaya merangkul masyarakat Muara Opu dalam aktivitas pelestarian lingkungan di wilayahnya. “Program konservasi ini bukan hanya melestarikan penyunya saja, obyeknya bukan hanya di penyu saja, tetapi kita ingin memperbaiki juga bentang alamnya dan kemudian masyarakatnya juga harus dilibatkan,” tambah Erwinsyah Siregar.
Erwinsyah mengungkapkan ada sejumlah kegiatan pelibatan masyarakat yang terintegrasi dengan program konservasi penyu di Muara Opu. Pertama, pembuatan Perdes baru yang menggandeng multi pihak untuk aktif terlibat dalam penyusunan peraturan serta kegiatan penyelamatan penyu di Muara Opu. Kedua, terjadi pemberdayaan masyakarat dalam upaya konservasi. “Bagaimana kita meningkatkan perekonomian masyarakat yang ada di sekitar pantai desa Muara Opu,” sambung Erwinsyah.
Dia menerangkan, pemukiman warga Muara Opu saat ini terkurung oleh perkebunan kelapa sawit dan masyarakat sudah tidak punya lahan berkebun yang luas. Ini tentunya berdampak kepada sumber penghidupan masyarakat. “Saya inginnya ada kegiatan skala rumah tangga, seperti kerajinan, pembuatan kerupuk ikan, sampai penanaman buah-buahan di sekitar pantai yang diharapkan dapat memberikan sedikit efek ekonomi kepada mereka,” imbuhnya.
Apalagi kawasan Muara Opu dengan pemandangan pantainya yang indah juga sangat potensial untuk dijadikan destinasi wisata. “Kami juga ingin Muara Opu ini nantinya bukan hanya jadi tempat konservasi penyu tetapi juga menjadi tujuan rekreasi yang ramah lingkungan dan jadi ikon wisata baru di Tapanuli Selatan sehingga dapat menggeliatkan perekomian masyarakat Muara Opu,” pungkas Erwinsyah. RH