Jakarta, OG Indonesia -- Pemerintah telah menganggarkan Rp392,1 triliun untuk pembangunan infrastruktur di tahun 2023, naik 7,18% dari tahun 2022. Pembangunan infrastruktur yang masif, pada gilirannya mendongkrak kebutuhan akan material. International Energy Agency (IEA) mencatat kebutuhan industri terhadap material akan mengalami peningkatan sebesar 50% pada tahun 2030. Padahal McKinsey mengungkap material menyumbang sekitar 20% emisi gas rumah kaca (GRK). Oleh karenanya, diperlukan perbaikan infrastruktur teknologi yang memanfaatkan sumber daya material untuk mendukung upaya dekarbonisasi di berbagai sektor industri.
Meski material merupakan komponen penting dalam pencapaian net zero emission (NZE), dunia masih menghadapi tantangan ketersediaan pasokan dan optimalisasi material yang merupakan “roh” dalam teknologi NZE (McKinsey, 2023). Hal inilah yang kemudian ditangkap oleh Universitas Pertamina (UPER) dengan membentuk Konsorsium Pengembangan Sains Material atau Consortium Material Science Development (CMSD), Sabtu (16/12/2023) lalu.
CMSD menggandeng sembilan perguruan tinggi di Indonesia dan lima lembaga pendukung bidang material, yakni Universitas Pertamina, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Sumatera, Universitas Airlangga, Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Jakarta, dan Universitas Indonesia. Serta lembaga pendukung seperti Himpunan Kimia Indonesia, Masyarakat Komputasi Indonesia, Material Research Society, Physical Society Indonesia dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). CMSD digadang-gadang dapat memberikan kontribusi dalam pengurangan GRK melalui pemanfaatan material.
“Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya material. Namun hingga kini pemanfaatannya belum maksimal karena belum adanya sinergi pengembangan. Padahal memaksimalkan sumber daya material mampu menjadi sebuah jalan dalam percepatan dekarbonisasi,” ujar Prof. Kwat Triyana, Ketua Presidium Konsorsium.
Sebagai ekspertis yang menjadi perwakilan UPER, Prof. Dr. techn. Djoko Triyono, Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan dan Kerja Sama, menyampaikan pembangunan konsorsium tersebut menjadi akselerasi untuk saling melengkapi ekosistem pengembangan sains material di Indonesia.
“Saat ini belum adanya wadah bagi para ahli dan praktisi dalam berkolaborasi mengembangkan berbagai komponen material. Padahal susunan material dapat menjadi sebuah produk berteknologi yang dapat membantu pengurangan emisi karbon. Sehingga melalui konsorsium ini akan mempertemukan para ilmuwan dan pegiat dunia industri untuk bersama mencapai NZE,” ujar Prof. Djoko.
Lebih lanjut, sebagai salah satu kampus yang berada pada lingkungan industri bisnis energi, UPER menjadi lokomotif dalam upaya pembentukan skill set pengembangan material yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.
“Sebagai institusi pendidikan tinggi, UPER akan banyak melahirkan ahli yang berorientasi pada aspek keberlanjutan. Dimana pada akhirnya peran UPER dalam konsorsium ini dapat menyediakan SDM berkompeten. Selain itu nantinya, UPER akan menyediakan program sertifikasi,” tambah Prof. Djoko.
Selain itu, bergabungnya UPER dalam CMSD yang dijembatani oleh Center of Excellence khususnya Center for Advanced Materials (Material X) menjadi sebuah langkah konkrit dalam upaya mendukung tercapainya tujuan NZE.
“Melalui penerapan riset kolaborasi, dibawah naungan 11 Center of Excellence (CoE), UPER menjadi wadah dalam membentuk lulusan yang piawai dalam mengelola beragam potensi sumber daya untuk mendukung transisi energi. Kolaborasi dengan berbagai lembaga pendukung juga diharapkan dapat menjadi tonggak kebermanfaatan bagi banyak pihak,” tutup Prof. Djoko. RH