Jakarta, OG Indonesia -- PT Pertamina (Persero) kembali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi yang berlaku per 1 Oktober 2023. Harga Pertamax 92 naik dari Rp13.300 per liter menjadi Rp14.000 per liter. Harga Pertamax Green 95 naik dari Rp15.000 per liter menjadi Rp16.000 per liter. Harga Pertamax Dex naik dari Rp16.900 per liter menjadi Rp17.900.
Menurut Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, kenaikan harga BBM non-subsidi itu memang menjadi keniscayaan bagi Pertamina. Pasalnya, penetapan harga BBM non-subsidi ditentukan berdasarkan mekanisme pasar.
"Variabel utama penetapan harga BBM non-subsidi adalah harga minyak dunia, yang saat ini membumbung tinggi hingga mencapai US$95,31 per barel," jelas Fahmy, Selasa (3/10/2023).
Kendati harga minyak dunia mendekati US$100 per barel, Pemerintah tidak menaikkan harga BBM subsidi, yaitu Pertalite dan Solar.
Fahmy melanjutkan, meroketnya harga BBM non-subsidi itu sesungguhnya tidak secara signifikan memicu kenaikan inflasi, yang menurunkan daya beli masyarakat. Alasannya, proporsi konsumen BBM non-subsidi relatif kecil, hanya sekitar 11,5% dari total pengguna BBM, yang umumnya konsumen kelas menengah ke atas.
"Hanya, kenaikan harga tersebut memperbesar disparitas harga BBM non-subsidi dengan harga BBM subsidi. Disparitas harga itu akan memicu gelombang migrasi konsumen Pertamax ke Pertalite. Migrasi tersebut berpotensi menjebol kuota Pertalite yang akan memperberat beban APBN dalam pemberian subsidi BBM," terangnya.
Untuk mencegah migrasi dari Pertamax ke Pertalite, Fahmy menyarankan Pemerintah untuk bisa menaikkan harga Pertalite demi memperkecil disparitas antara harga Pertamax dengan harga Pertalite.
"Dengan disparitas harga yang tidak menganga, konsumen Pertamax akan berpikir ulang untuk migrasi ke Pertalite. Risikonya, kenaikan harga BBM Subsidi akan memicu kenaikan inflasi yang menurunkan daya beli masyarakat," ujar Fahmy.
Dengan risiko tersebut, Fahmy memperkirakan Presiden Joko Widodo tidak akan pernah menaikkan harga BBM Subsidi di tahun politik. Alternatifnya, Pemerintah harus melakukan pembatasan penggunaan BBM subsidi dengan mekanisme yang bisa diterapkan (applicable).
"Mekanisme pembatasan itu dengan menetapkan dalam Perpres bahwa konsumen BBM Subsidi adalah konsumen pemilik Sepeda Motor dan Kendaraan Angkutan penumpang dan barang," tegasnya. RH