Foto-foto: Ridwan Harahap |
Aceh Tamiang, OG Indonesia -- PT Pertamina EP Rantau Field yang berada di Zona 1 Regional 1 Sumatra sebagai bagian dari Subholding Upstream Pertamina berjibaku melakukan berbagai upaya demi menjaga produksi minyak dari lapangan Rantau sehingga penurunan produksinya tidak terlalu menukik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan terus melakukan aktivitas pengeboran dari lapangan yang terletak di Kabupaten Aceh Tamiang ini.
"Tahun ini kami ada rencana pengeboran sebanyak enam sumur, di mana dua sumur adalah carry forward dari tahun 2022 lalu karena tahun lalu ada banjir jadi ada dua sumur tidak bisa dieksekusi," kata Despredi Akbar, Field Manager Pertamina EP Rantau Field kepada OG Indonesia saat media visit ke Rantau Field, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, Selasa (3/10/2023).
Sebelumnya berbagai cara pernah dilakukan Pertamina EP Rantau Field untuk mempertahankan produksinya, seperti lewat Enhanced Oil Recovery (EOR). Metode EOR sebagai secondary recovery sudah pernah dikembangkan di Rantau Field dengan bantuan dorongan air setelah sumur-sumur minyak yang ada tidak lagi lancar mengeluarkan minyak secara alamiah.
"Sejauh ini memang ada beberapa peningkatan tekanan dari sumur-sumur yang mulai depleted atau sudah mulai turun, tetapi memang prosesnya agak panjang dan butuh pembuktian agak lama sehingga beberapa tahun terakhir ini beberapa kegiatan kami hold sementara untuk pengembangan selanjutnya di EOR," jelas Despredi.
Apalagi ternyata belakangan ini tim Pertamina EP Rantau Field sudah punya trik mumpuni untuk menambah produksi yaitu dengan melakukan pengeboran pengembangan di sekitar sumur yang telah terbukti sukses menghasilkan produksi minyak baru.
Despredi Akbar, Field Manager Pertamina EP Rantau Field. |
Seperti kisah sukses dari sumur pengembangan P472 yang beberapa bulan lalu mampu memberi tambahan produksi minyak sekitar 300 barrel oil per day (bopd). "Itu sekarang dikejar yang success ratio-nya tinggi, success story dari kegiatan pengeboran-pengeboran sebelumnya yang dijadikan dasar untuk pengembangan selanjutnya," tegasnya.
Despredi mengungkapkan saat ini produksi minyak Rantau Field dengan 93 sumurnya berkisar 2.500 bopd. Jumlah produksi terkini tersebut meningkat kembali mengingat pada tahun 2022 lalu produksi Rantau Field hanya sekitar 2.300 bopd akibat terkendala banjir pada akhir tahun 2022.
Rantau Field sendiri pernah mengalami kejayaan pada dekade 1980-an dengan produksi minyak mengucur hingga 30.000 bopd. Kendati kini produksinya sudah berkurang jauh, Rantau Field masih menjadi salah satu andalan penyumbang minyak dari Zona 1 Sumatra, di mana secara total untuk Zona 1 Regional 1 Sumatra Subholding Upstream Pertamina yang terdiri dari lapangan NSO, NSB, Rantau, Pangkalan Susu, West Glagah, Siak, Kampar, Lirik, CPP, Jambi, Jambi Merang, Jabung, dan Kakap, mampu memproduksi minyak sebanyak 22.000 bopd.
"Jadi kontribusi kita (Rantau Field) 2.500 (bopd) dari 22.000 (bopd)," jelas Despredi seraya menambahkan bahwa Rantau Field juga menjadi penyumbang terbesar untuk dana APBD Kabupaten Aceh Tamiang.
Selain minyak, Rantau Field juga memproduksi gas dari sumur-sumur gasnya dengan jumlah produksi gas sekitar 3,1 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). "Kami tangkap gasnya untuk dijadikan sumber energi listrik yang dibutuhkan untuk operasi di tempat kami. Gas-gas ini juga dialirkan ke sumur-sumur untuk menggerakkan pumping unit, menggerakkan hidrolik, dan lain-lain," terangnya.
Keekonomian Proyek Paling Utama
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan untuk aktivitas produksi dari lapangan-lapangan mature seperti Rantau Field memang perlu diperhitungkan secara teliti terutama dari aspek keekonomian. "Saya kira masalahnya bukan hanya di teknis, tetapi keekonomian proyek yang paling utama," ujar Komaidi.
Seperti metode EOR, bisa saja secara teknis berpotensi untuk menaikkan produksi namun jika dilihat dari sisi keekonomian belum tentu masuk hitungan oleh perusahaan minyak yang mengerjakannya. "Sering kali, bukan tidak bisa menaikkan produksi, tetapi biaya untuk menaikkan produksi itu biasanya lebih mahal dari harga jual itu sendiri," tuturnya.
Karena itu, Komaidi menyarankan agar Pemerintah memberikan sejumlah insentif untuk aktivitas hulu migas pada lapangan-lapangan yang sudah tergolong tua. "Hal ini perlu didiskusikan dengan Pemerintah, mungkin perlu insentif-insentif tertentu untuk mempertahankan keekonomian di samping aspek teknis tetap juga dilakukan seperti melakukan pengembangan dan penerapan teknologi-teknologi tertentu," saran Komaidi. RH