Foto: Ridwan Harahap
Badung, OG Indonesia-- Demi menjamin kebutuhan energi yang terus meningkat dari tahun ke tahun serta untuk merealisasikan target Pemerintah yang mengejar produksi minyak 1 juta barel per hari dan produksi gas mencapai 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030 mendatang, maka upaya eksplorasi dan eksploitasi lewat kegiatan pengeboran sumur migas menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, untuk mencapai target tahun 2030 maka seluruh stakeholder perlu melakukan aktivitas hulu migas yang agresif.
"Kita perlu mengebor lebih dari 1.000 sumur per tahun setelah tahun 2025. Untuk tahun ini, prospek pengeboran pengembangan adalah 827 sumur. Peningkatan besar-besaran sejak tahun 2020. Angka ini 344% lebih tinggi dibandingkan pengeboran tahun 2020 sebanyak 240 sumur," ungkap Dwi Soetjipto saat membuka The 4th International Convention on Indonesia Upstream Oil & Gas (ICIUOG) 2023 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (20/9/2023).
PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream dari PT Pertamina (Persero) juga berupaya untuk mengejar target tersebut dengan berupaya membuka berbagai potensi subsurface yang dikelolanya sehingga dapat berkontribusi dalam penambahan cadangan serta produksi migas secara nasional.
"Kami punya amanah untuk men-secure menuju target yang sudah ditetapkan untuk tahun 2030 yaitu produksi minyak 1 juta barel dan gas 12 BSCFD," ucap Bayu Giriansyah, VP Exploration Existing Asset PHE dalam "Concurrent Forum 7-Drilling and Development" di sela-sela acara ICIUOG 2023, Kamis (21/9/2023).
Diungkapkan Bayu, ada tiga strategi utama yang dijalankan PHE untuk menggenjot produksi migasnya. Pertama, fokus pada area existing yaitu Wilayah Kerja (WK) atau blok-blok migas yang dimiliki oleh PHE. "Kita tahan kinerja dan delivery produksi yang ada dari existing field maupun melakukan eksplorasi di mature basin," terangnya.
Untuk kegiatan eksplorasi di daerah yang cenderung brown field alias sudah tua, menurut Bayu merupakan suatu upaya yang sangat menantang bagi PHE namun tetap dilakukan untuk membuka potensi-potensi migas baru yang mungkin masih tersembunyi selama ini. "Jadi bagaimana kita bisa meng-unlock suatu daerah yang sudah sekian lama diproduksikan dan dianggap sudah tidak memiliki potensi lagi," terangnya.
Strategi kedua adalah growth atau tumbuh. Bayu menjelaskan bahwa untuk tumbuh maka PHE harus keluar mencari sumber migas baru di daerah-daerah baru yang emerging bahkan cenderung frontier. Sedangkan strategi ketiga adalah partnership, di mana dalam industri hulu migas yang padat modal dan teknologi, langkah partnership menjadi keniscayaan demi meminimalisir risiko. "Ketiga strategi ini sudah kami terapkan dan terus akan diterapkan," tegas Bayu.
PHE sendiri berupaya mengerjakan portofolio potensi migas yang seimbang, antara mencari sumber migas yang mudah dan cepat dimonetisasi dengan menemukan potensi migas besar atau big fish yang akan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama.
"Kalau kita fokus ke daerah yang dekat-dekat saja, bisa jadi memang dapat tetapi volumenya sedikit, artinya hanya memperpanjang nafas," ujarnya. "Namun, ini harus kita balance dengan membuka opportunity dari yang high risk dan high reward. Risiko dalam industri migas itu bukan sesuatu yang harus dikeluarkan tetapi harus dimitigasi, diantisipasi dan di-manage," sambungnya.
Pihak PHE berkeyakinan masih banyak potensi migas di Indonesia yang bisa dimanfaatkan. Seperti dari lapangan-lapangan existing yang dikelola PHE ternyata masih ada potensi yang bisa dikembangkan. Bayu mencontohkan temuan cadangan migas dari sumur eksplorasi Wilela (WLL)-001 di Sumatra Selatan, lalu dari sumur eksplorasi Manpatu-1x (MPT-1x) di WK Mahakam, Kalimantan Timur, hingga temuan cadangan migas dari Lapangan Wolai di daerah Sulawesi.
Bayu menceritakan, discovery migas Wilela di Sumatra Selatan termasuk temuan cadangan migas yang tidak disangka sebab di lokasi yang sama sekitar 30 tahun lalu juga telah dilakukan kegiatan eksplorasi namun hasilnya dry alias tidak ditemukan potensi sumber daya migas.
Diterangkan olehnya, dari lapangan-lapangan yang sebelumnya sempat dinyatakan tidak memiliki potensi bisa jadi mengandung sumber daya migas jika dilakukan eksplorasi kembali dengan teknologi dan inovasi terbaru. "Jadi kalau kita tetap kontinyu melakukan kegiatan masif, agresif dengan cara strategic dan inovatif maka kita masih punya potensi," pungkas Bayu. RH