Jakarta, OG Indonesia -- Energi Mega Persada Tbk (“EMP” atau “Perusahaan”) menyampaikan kenaikan Laba Bersih dalam laporan keuangannya untuk periode Q1 2023 dari tahun lalu. Laba Bersih Perusahaan meningkat sebesar 72% dari US$10,2 juta di Q1 2022 menjadi US$17,4 juta di Q1 2023.
Sementara untuk Penjualan Bersih Perusahaan mengalami sedikit penurunan sebesar 8% dari US$112 juta di Q1 2022 menjadi US$102 juta di Q1 2023.
"Penurunan tersebut terjadi dikarenakan oleh penurunan produksi gas dan harga jual minyak yang lebih rendah. Produksi gas EMP turun sebesar 25% dari 211 juta kaki kubik gas per hari di Q1 2022 menjadi 157 juta kaki kubik gas per hari di Q1 2023," ucap Syailendra S. Bakrie, Direktur Utama & CEO PT Energi Mega Persada TBK, Sabtu (29/4/2023).
Selanjutnya fluktuasi harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga jual minyak EMP yang sebesar US$79,23/bbl di Q1 2023, dibandingkan dengan harga jual minyak yang tinggi di level US$103,40/bbl di Q1 2022.
Syailendra menguraikan, produksi gas yang lebih rendah tersebut disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, penurunan produksi gas dari aset Kangean dikarenakan kontrak jual beli gas yang sedang dalam proses pembaruan dengan para pembeli di Jawa Timur. Setelah proses pembaruan kontrak jual beli gas tersebut diselesaikan, harapannya produksi gas dari Kangean akan meningkat secara bertahap.
Kedua, penghentian sementara atas produksi gas dari aset gas Sengkang sambil menunggu penyelesaian perpanjangan dan pembaruan kontrak jual beli gas dengan pembeli di Sulawesi. Kontrak jual beli gas untuk Sengkang sudah diselesaikan. Sengkang telah memulai kembali produksi gasnya, dan pasokan gas dari Sengkang diharapkan akan meningkat di Q2 2023.
"Terlepas dari penurunan produksi gas dan Penjualan Bersih Perusahaan, EMP tetap mampu mencatatkan Laba Bersih sebesar US$17,4 juta di Q1 2023. Laba Bersih Perusahaan tersebut merefleksikan kenaikan sebesar 72% dari US$10,2 juta di Q1 2022. Hal ini disebabkan Beban Pajak yang lebih rendah yang dibukukan di Q1 2023 (dibandingkan dengan beban pajak di Q1 2022)," tutup Syailendra. RH