Gede Pasek Suardika, Kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.
Jakarta, OG Indonesia -- Kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line Gede Pasek Suardika (GPS) mengingatkan bahwa upaya PT Meratus Line dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang mangkir untuk melunasi utangnya ke PT Bahana Line dan Bahana Ocean Line sebesar Rp50 miliar berpeluang menjadikan Meratus pailit.
Pailit merupakan mekanisme hukum jika putusan Pengadilan Niaga tidak ditaati. Apalagi permohonan penghentian PKPU sudah diajukan ke Majelis Hakim Pemutus dan tinggal putusan saja.
PT Meratus Line sendiri belum mau membayar utang ke pemohon PKPU dengan cara menambah persyaratan pembayaran yang tidak ada dalam putusan Pengadilan Niaga di Surabaya, Rabu (16/11/2022).
"Apa yang dilakukan Meratus Line selama PKPU Sementara dan PKPU Tetap kepada pemohon PKPU, maka sangat kentara sekali kalau perusahaan tersebut sedang mempermainkan putusan Pengadilan Niaga Surabaya. Tentu konsekuensinya sudah jelas, ujungnya pailit. Pailit karena melawan putusan Pengadilan Niaga," tegas GPS.
Dilanjutkan olehnya, bagaimanapun upaya PT Meratus Line mewajahi dirinya seakan perusahaan yang bonafid, taat dan bertanggungjawab tetap saja kelihatan blepotan. Sebab jejak proses PKPU Sementara dan PKPU Tetap terlihat betapa tidak ada kesungguhan untuk memanfaatkan jalan yang disiapkan negara menyelesaikan utang-utangnya.
"Malah setelah Pemohon PKPU mengajukan pengakhiran PKPU baru mereka mengeluarkan proposal perdamaian final, yang lucunya justru pemohon PKPU dibuat kondisi tidak dibayar utangnya," jelasnya.
GPS membeberkan, bahwa hal tersebut sama saja, "Utangnya diakui, tetapi membayarnya membuat mekanisme mbulet yang tidak mungkin terjadi. Di sinilah terlihat betapa niat ngemplang sangat kuat. Dipoles bagaimanapun, jika mengakui utang tapi tidak mau bayar maka publik pahamnya ya ngemplang alias tidak mau bayar."
Terkait adanya kreditur perusahaan lain yang dibayar dalam proposal perdamaian, GPS mengungkapkan bahwa ternyata mayoritas itu perusahaan mereka sendiri yang disebut afiliasi berbaju kreditur. Pemiliknya sama dan bayar utang ke pemilik yang sama.
"Itu hanya akal-akalan untuk dapat voter dalam perdamaian saja. Debitur dan kreditur pemiliknya sama. Itu bagian nyata dari kecurangan yang sudah diatur dalam UU untuk bisa ditolak proposal perdamaiannya. UU sudah mengantisipasi perilaku curang ini. Hakim tentu sangat memahami hal ini, apalagi dokumen lengkap dari Kemenkumham sudah kita lampirkan. Itu valid kreditur sama pemiliknya dengan debitur dalam PKPU," paparnya.
Menanggapi pemaparan kuasa hukum PT Meratus Line bahwa selain perkara PKPU sebenarnya masih ada kasus perdata dan pidana, dan bukan merupakan perkara utang piutang sederhana, GPS menegaskan bahwa perdebatan soal itu bukan untuk dibicarakan saat ini.
"Sudah telat bro, semua cerita itu sudah disampaikan saat di pengadilan niaga lalu dan sudah diuji dalil, alat bukti dan analisa hukumnya oleh majelis hakim dan sudah diputuskan PT Meratus Line dalam PKPU dan utang piutang itu masuk syarat sederhana. Sudah jadi putusan kok masih saja diulang ulang kaset lamanya tersebut. Intinya punya utang ya bayar. Simple saja," ucap GPS.
Sementara itu Kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line lainnya , Syaiful Ma'arif mengatakan bahwa akan jadi preseden buruk ketika pengadilan niaga yang dibuat negara dalam hal ini pemerintah dan DPR lewat undang-undang untuk menyederhanakan proses penyelesaian utang piutang, kemudian harus digantungkan penyelesaiannya di putusan perdata yang tidak jelas kapan berakhirnya.
"Ini sama dengan mengingkari tujuan adanya pengadilan niaga yang harus dijaga marwahnya bersama-sama. Jika PKPU Sementara lalu PKPU tetap ternyata pemohon PKPU tidak mendapatkan haknya, maka UU sudah mengatur ujungnya adalah mekanisme pailit. Baik pailit karena memang bangkrut maupun karena melawan putusan pengadilan niaga," ujar Syaiful.
Soal pengakuan Meratus telah rutin laporan keuangan, ternyata ada bukti bahwa pengurus tidak dilibatkan sama sekali dalam pengelolaan dan pengeluaran uang perusahaan.
"Buktinya sangat banyak pengurus tidak dilibatkan. Misalnya, penunjukan auditor dan pembayarannya. Itu bukti tidak kooperatif dan tidak taat mereka. Dari semua proses selama ini, sudah sempurna sebenarnya untuk dipailitkan. Apalagi hak pengurus saja saat sidang lalu kita dengar juga diingkari. Lalu apanya kalau mereka memang sudah beritikad baik?" tutup Syaiful.