Jakarta, OG Indonesia -- Komukasi publik terkait rencana penaikan harga Pertalite dan Solar belakangan gencar dilakukan oleh pihak Pemerintah. Mulai dari Presiden Joko Widodo, disusul Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, lalu dilanjutkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Terakhir Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo mungkin akan mengumumkan kenaikan harga Pertalite dan Solar pada pekan depan.
Menurut Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, memang beban APBN untuk subsidi energi semakin membengkak hingga mencapai Rp502,4 triliun. Bahkan bisa mencapai di atas Rp600 triliun kalau kuota Pertalite ditetapkan sebanyak 23 ribu kilo liter akhirnya jebol. Namun diterangkan olehnya, opsi penaikan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat saat ini.
"Alasannya, kenaikan harga Pertalite dan Solar, yang proporsi jumlah konsumen di atas 70%, sudah pasti akan menyulut Inflasi," jelas Fahmy dalam keterangannya, Jumat (19/8/2022).
Fahmy menghitung, kalau kenaikan Pertalite hingga mencapai Rp10.000 per liter, maka kontribusinya terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0.97%, sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2% yoy.
"Dengan inflasi sebesar itu akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4%. Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu. Pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga Pertalite dan Solar pada tahun ini," usulnya.
Ditambahkan olehnya, Pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60% tidak tepat sasaran. Lalu menurutnya, MyPertamina tidak akan efektif membatasi BBM agar tepat sasaran. Bahkan menimbulkan ketidakadilan dengan penetapan kriteria mobil 1.500 CC ke bawah yang berhak mengunakan BBM subsidi.
"Pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan Pertalite dan Solar. Di luar sepeda motor dan kendaraan umum, konsumen harus menggunakan Pertamax ke atas. Pembatasan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU," tegas Fahmy.
Untuk itu, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi harus segera dimasukan ke dalam Perpres No 191/ 2014 sebagai dasar hukum. "Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikkan harga BBM subsidi, Pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini Pemerintah paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru," tutupnya. RH