Jakarta, OG Indonesia -- Dalam jangka waktu empat tahun ke depan, PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) menargetkan memiliki sekitar 125 Megawatt (MW) dari hydropower yang beroperasi. Saat ini Arkora Hydro tengah fokus mengembangkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di beberapa wilayah dengan teknologi run-off-river atau memanfaatkan aliran sungai langsung.
"Kita ada dua (PLTA) yang sudah beroperasi, satu di Garut, satu di Sulawesi Tengah. Yang ketiga sedang kontruksi, juga di Sulawesi Tengah, dan yang keempat di Lampung akan segera mulai kontruksi. Di luar empat itu, kita sudah ada potensi-potensi pipeline yang sudah kita miliki, sekitar 50 Megawatt sudah ada di dalam DPT PLN," ucap Aldo Artoko, Direktur Utama ARKO, dalam konferensi pers di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Dari proyek yang sudah selesai pembangunannya, Aldo menjelaskan ada mini hidro Cikopo-2 di Garut, Jawa Barat yang penyelesaian pembangunannya menelan total biaya US$1,65 juta/MW. "Cikopo-2 merupakan pembangkit listrik berkapasitas 7,4 MW yang dimiliki dan dioperasikan oleh Arkora Hydro,"
Lalu ada proyek Tomasa di Sulawesi Tengah yang menelan biaya investasi US$1,75 juta/MW. Biaya investasi ini di bawah rata-rata industri yang sebesar US$2,2 - 2,5 juta/MW. Proyek Tomasa merupakan pembangkit listrik berkapasitas 10 (2x5) MW.
“Proyek ini milik Arkora Hydro melalui anak usahanya, yaitu PT Akora Sulawesi Selatan. Tomasa project (telah) memasuki tahapan commercial operations date (COD) pada bulan Maret 2020,” ungkapnya.
Selain itu, saat ini masih ada dua proyek PLTA milik Arkora Hydro yang masih dalam tahapan konstruksi. Pertama, proyek Yaentu dengan kapasitas 10 (2x5) MW yang dikembangkan oleh PT Arkora Hydro Sulawesi (AHS), anak perusahaan tidak langsung milik Arkora Hydro.
“Proyek ini sedang dalam
pengerjaan. Hingga Maret 2022, proses pengerjaan proyek telah mencapai 50
persen. Proyek ini ditargetkan memasuki tahapan COD pada triwulan I 2023,”
jelas Aldo.
Perusahaan yang memiliki 14 anak usaha dan enam anak usaha
tidak langsung ini juga sedang melakukan konstruksi PLTA WKS-2 di Lampung dengan
kapasitas 5,4 MW. Proyek PLTA ini ditargetkan beroperasi pada triwulan IV 2024.
Penawaran IPO
Untuk terus mengembangkan investasinya, manajemen PT Arkora
Hydro Tbk sebagai calon emiten pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT)
berencana melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public
offering (IPO) sebanyak 579,900,000 saham baru pada 4-6 Juli 2022 di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
Aldo Artoko menguraikan, jumlah saham perseroan yang
ditawarkan mewakili 20% dari modal ditempatkan dan disetor ARKO setelah IPO
saham. “Harga saham ARKO yang ditawarkan kepada publik berada di rentang Rp 286
sampai Rp 310 per saham,” katanya.
IPO ini didahului dengan penawaran awal (book building)
pada 20-28 Juni 2022. “Dana segar yang berpotensi diraup ARKO antara Rp165,85
miliar sampai dengan Rp179,77 miliar,” terangnya.
Menurut Aldo, ARKO akan menggunakan dana hasil IPO ini untuk
dua keperluan. Pertama, sekitar 63% digunakan untuk tambahan investasi pada
anak perusahaan yang akan dimaksimalkan untuk pengembangan proyek-proyek EBT ke
depannya, yaitu 54% di PT Arkora Hydro Sulawesi (AHS), 29% di PT Arkora Energi
Baru dan 17% di PT Arkora Tenaga Matahari. Kedua, sekitar 37% akan digunakan
untuk pelunasan kewajiban jangka pendek.
Saham ARKO akan dicatatkan di BEI pada 8 Juli 2022. Aldo
berharap, dapat menerima pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
untuk IPO pada 30 Juni 2022. Bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek
dalam IPO ARKO, yakni PT Lotus Andalan Sekuritas dan PT Mirae Asset Sekuritas
Indonesia.
Ke depannya, Aldo meyakini, bisnis EBT masih memiliki
potensi besar di Indonesia, bahkan dalam teknologi yang sudah matang seperti
hidro, surya dan angin. Kehadiran hydro sudah kompetitif bila dibandingkan dengan
pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Ironisnya, ditegaskan Aldo, saat
ini pemanfaatan potensi EBT masih jauh di bawah 10%.
Mengutip data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), Aldo mengemukakan, kapasitas energi yang digunakan setiap tahun
dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Sebagian komponen utamanya
atau lebih dari 60% berasal dari PLTA. Total kapasitas terpasang pembangkit
berbasis energi terbarukan pada periode 2015-2020 mengalami peningkatan sebesar
22,93%.
Masih berdasarkan data Kementerian ESDM, demikian Aldo,
potensi elektrifikasi pembangkit listrik tenaga surya atap di Indonesia
mencapai 32,5 GW, di mana hingga Juli 2021 total kapasitas terpasang baru
mencapai 35,56 MW. Artinya, baru mencapai 0,1% dari total kapasitas yang
diproyeksikan.
Arkora Hydro sendiri saat ini tak hanya mengembangkan potensi hydro yang ada di Indonesia, namun juga energi surya. Bermodalkan pengalaman di bidang EBT, Arkora Hydro juga berencana untuk mencari peluang akusisi. Tidak hanya itu, perseroan juga aktif mencari proyek hidro berpotensi besar dengan kapasitas di atas 25 MW. RH