Jakarta, OG Indonesia -- Orkestra wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang pertama kali didendangkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan yang digelorakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, kini dinyaringkan oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Menurut Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, nyanyian ketiga menteri utama Kabinet Indonesia Maju itu semakin memperkuat sinyal bahwa harga BBM, Pertalite dan Solar, akan segera dinaikkan.
"Wacana kenaikkan harga BBM tersebut seharusnya tidak diumbar di hadapan publik. Pasalnya, wacana kenaikkan harga BBM akan menyulut kenaikkan harga-harga kebutuhan pokok sebelum BBM dinaikkan," tegas Fahmy dalam keterangannya, Minggu (24/4/2022).
Dipaparkan olehnya, kalau harga BBM benar dinaikkan akan menyulut inflasi dan memperpuruk daya beli masyarakat. Kenaikkan inflasi itu akan menyebabkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, yang memberatkan beban rakyat utamanya rakyat miskin. "Tidak bisa dihindari jumlah rakyat miskin akan meningkat dan rakyat miskin akan menjadi semakin miskin," ucapnya.
Langkah pemberian bantuan langsung tunai (BLT) untuk kompensasi dari naiknya harga BBM, menurut Fahmy tidak akan pernah menyelesaikan masalah penurunan daya beli masyarakat. Pasalnya, pemberian BLT terbatas dalam jangka waktu tertentu, sedangkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok hampir tidak terbatas
Pemerintah sndiri selalu berdalih bahwa kenaikan harga minyak dunia yang mencapai di atas US$100 per barel menjadi alasan utama bagi Pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Pemerintah mengatakan apabila harga BBM tidak dinaikkan maka beban subsidi BBM akan menjebolkan APBN.
"Hanya, Pemerintah hampir tidak pernah menyebut bahwa kenaikan harga minyak dunia itu secara stimultan juga akan menaikkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Minyak dan Gas (Migas). Kalau PNBP Migas masih belum mencukupi untuk menambal subsidi, Pemerintah sesungguhnya bisa menggunakan pendapatan windfall dari batu bara," bebernya.
Dengan pendapatan dari PNBP Migas dan windfall batu bara, lanjut Fahmy, semestinya sangat mencukupi untuk tetap memberikan subsidi BBM. "Jangan menaikkan harga BBM. Kalau harga BBM harus dinaikkan, besaran kenaikan itu maksimal sebesar Rp1.000 per liter yang dilakukan secara reguler, bukan dengan menaikkan sekaligus hingga Rp3.500 per liter," tutupnya. RH