Jakarta, OG Indonesia -- Dalam rangka mengenang Peristiwa Heroik Merah Putih, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani jadi Inspektur upacara Peringatan 76 Tahun Peristiwa Heroik Merah Putih, di Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) Utama Kalibata, Jakarta Selatan.
Menurut Benny, perang pada zaman dahulu menggunakan darah dan air mata. Sedangkan di zaman kemajuan teknologi informasi, perang dengan senjata telah berevolusi menjadi perang ideologis yang disebarkan melalui media yang tidak bertanggung jawab.
"Sekali kita lengah, maka Ideologi Pancasila kita akan direnggut, diganti dengan ideologis sampah yang egoistis, ideologi yang menimbulkan rasa benar sendiri, mematikan toleransi, dan membunuh Bangsa kita Indonesia, secara pelan-pelan dari dalam," kata Benny dalam keterangannya, Senin (14/2/2022).
Benny mengatakan bahwa kita kini menikmati hidup di zaman merdeka. Semua ini berkat darah dan air mata para pahlawan yang berbeda suku, agama, etnis dan budaya. "Ingat kata-kata Soekarno. Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, Jasmerah!” tuturnya.
Setelah selesai berlangsungnya upacara, Benny menyempatkan diri untuk berziarah dan menabur bunga ke makam para Pahlawan Nasional, didampingi oleh para anak cucu dari tokoh Pahlawan tersebut.
“Alexander Andries Maramis, salah satu Pahlawan Nasional kelahiran Manado, anggota dari Panitia Sembilan. Panitia ini ditugaskan untuk merumuskan dasar negara yang akhirnya menjadi prinsip ideologis Pancasila, tanpa beliau, kita mungkin tidak bisa hidup di masa ini.” ucap Benny yang memberi penghormatan dengan mencium batu nisan A.A. Maramis.
Diketahui, Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946, adalah fakta sejarah yang paling sering dilupakan dan dikecilkan. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada Agustus 1945, tentara sekutu sebagai pemenang perang dunia ke 2, datang ke Sulawesi Utara (Sulut) bersama dengan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda.
Kedatangan mereka bermaksud untuk merebut kembali daerah kekuasaan Belanda di Sulut setelah dikuasai oleh Jepang. Pemimpin militer beserta Rakyat Manado bertekad merebut kembali Sulut dengan cara melakukan perlawanan. Tokoh-tokoh pahlawan melakukan penyerbuan ke markas pusat militer Belanda, serta membebaskan para tokoh dan pemimpin Manado yang sebelumnya ditangkap.
Tidak luput upacara tersebut juga dihadiri oleh Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP), Gerakan Perempuan Merah Putih Indonesia (GPMPI), Gerakan Angkatan Muda Merah Putih Indonesia (Garda Merah Putih), Gabungan Pengusaha Merah Putih Indonesia (GAPEMPI), Komando Penegak Merah Putih (KOGAMTIH), DPD GPPMP DKI Jakarta, DPD GPPMP Banten, serta DPD GPPMP Jawa Barat.