Oleh: Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS)
Pada tulisan pertama diungkap peran oligarki penyebab krisis persediaan batu bara PLN yang nyaris membuat listrik bagi 10 juta pelanggan PLN padam. Karena hanya mengejar untung besar akibat naiknya harga batu bara dunia, para pengusaha batu bara bertindak egois, manipulatif, konspiratif dan menghalalkan segala cara, termasuk melanggar konstitusi, UU, peraturan yang berlaku, dan kewajiban DMO. Mereka enggan berbagi dan tidak peduli nasib ratusan juta rakyat konsumen listrik.
Ekspor batu bara oleh para pengusaha pembangkang bisa berjalan lancar karena kebijakan dan sikap pemerintah yang lebih memihak pengusaha dibanding PLN yang melayani kebutuhan listrik rakyat. Sikap pemerintah ini terrefleksi pada tak kunjung terbitnya aturan dan mekanisme yang kredibel, andal dan berkelanjutan guna menjamin pelaksanaan kewajiban DMO 25%, agar pasokan batu bara PLTU-PLTU PLN untuk 20 hari operasi (HOP) bisa tercapai.
Perlunya mekanisme rujukan implementasi DMO ini sebenarnya telah disampaikan oleh PLN sejak lama, jauh sebelum terbitnya Kepmen ESDM No.1395 (9/3/2018) tentang harga DMO. Salah satu hal penting adalah bagaimana kewajiban 25% DMO terdistribusi secara merata kepada seluruh pengusaha proporsional dengan produksi masing-masing. Namun karena abai, cenderung mengikuti mekanisme pasar dan terkontaminasi kepentingan oligarki, maka KESDM tak kunjung menerbitkan aturan mekanistik dimaksud.
Karena KESDM “gagal” menerbitkan aturan/mekanisme yang andal dan kredibel di satu sisi, dan ketidakmampuan menghadapi “kekuatan oligarki” di sisi lain, maka PLN mencari solusi dengan mendirikan anak usaha, PLN Batu Bara (PLNBB, 2008). Tujuan PLNBB antara lain menjamin tersedianya pasokan batubara ke seluruh PLTU, termasuk yang remote, melalui pembelian kepada CV, koperasi dan perusahaan-perusahaan kecil, termasuk dari trader/broker.
Keberadaan PLNBB bermanfaat sangat besar bagi kelangsungan pelayanan listrik PLN. Di samping berperan secara simbiosis mutualisme dengan pengusaha kecil pinggiran yang sulit mengakses pasar ekspor dunia, PLNBB pun berfungsi penting saat harga batubara naik. Pengalaman menunjukkan, saat harga naik, karena tak berdaya berhadapan dengan pengusaha besar ologarkis, manajemen PLN malah sampai pernah menyatakan akan mengimpor bat bara dari luar negeri. Padahal Indonesia merupakan salah satu pengekspor batu bara terbesar dunia.
Pembubaran PLNBB
IRESS yakin, dua aktor utama penyebab krisis pasokan batu bara PLN adalah pengusaha batu bara oligarkis yang membangkang dan regulator yang gagal menegakkan aturan (termasuk dan menyusun prosedur kredibel guna mengimplementasikan DMO). Namun hal ini coba ditutupi dan dinetralisir dengan berbagai cara dan manipulasi, seperti merekayasa daftar nama perusahaan pembangkang DMO, mencabut izin tambang (padahal belum wajib DMO: belum berproduksi), menyebar informasi menyesatkan, menampilkan kambing hitam, dll.
Menurut hemat IRESS, Direktur Energi Primer PLN Rudy Hendra Prastowo merupakan salah satu “kambing hitam” yang telah dipecat Menteri Erick atas alasan absurd. Menteri Erick dan Menko LBP pun tampak sedang “bekerja intensif dan sistemik” untuk memberangus “kambing hitam” kedua yaitu melenyapkan PLNBB. PLNBB coba dijadikan kambing hitam penyebab terjadinya krisis. IRESS pun berkeyakinan, PLNBB telah dianggap sebagai entitas yang menghalangi terlaksananya agenda-agenda oligarkis, sehingga perlu segera dilenyapkan.
IRESS mencatat beberapa pernyataan perjabat pemerintah, terutama LBP dan Erick Thohir, yang bernuansa negatif atau menggiring opini publik tentang buruknya peran dan kinerja PLNBB LBP. PLNBB antara lain disebut-sebut berbisnis dengan trader, mengambil untung besar dari induk (PLN), membayar biaya transportasi terlambat, penyebab tidak terpenuhinya target penyediaan batubara PLN, menambah rantai birokrasi, dll. Kata LBP: "Enggak ada lagi itu PLN beli dari trader. Saya ulangi lagi, PLN tidak boleh lagi beli dari trader. Jadi semua harus beli dari perusahaan tambang" (10/1/2022).
Dari hasil penelusuran dan diskusi dengan sejumlah praktisi listrik, IRESS mendapat info berbeda dan perlu diketahui publik. PLNBB didirikan PLN untuk mengatasi kesulitan pasokan batu bara melalui pengadaan yang efektif dan efisien. PLNBB perlu didirikan guna mengamankan pasokan akibat kekosongan aturan otomatis guna menerapkan kewajiban DMO secara proporsional kepada seluruh produsen. PLNBB berfungsi menjaga security of supply, terutama daerah remote yang tidak diminati perusahaan besar. PLNBB pun perlu “mengais-ngais” batubara dari perusahaan gurem dan tak mampu ekspor, agar pasokan terjaga. Dalam upaya “mengepul” batu bara ini, PLNBB pun harus berhubungan dengan makelar atau trader.
Istilah makelar, broker atau trader telah digiring untuk diasosiasikan dengan praktik bisnis yang bermasalah dan kotor. Padahal, dalam membeli batu bara dari pengusaha gurem dan makelar berlaku kaidah-kaidah berikut: 1) merujuk HBA yang diterbitkan KESDM (artinya harga beli ke trader sama dengan harga beli ke PKP2B/IUP; 2) menerapkan sistem pemantauan online, terkait kebutuhan, spesifikasi, harga, dll; 3) menjalani audit seluruh transaksi bisnis batu bara oleh BPK/BPKP; 4) karena harus menjual ke induk (PLN) sesuai HBA, maka PLNBB membeli batu bara dari pengusaha kecil dan makelar dengan harga sekitar 3% di bawah HBA.
Dipicu naiknya harga batu bara dunia sepanjang 2021, PLNBB memang gagal mencapai target pembelian. Hal ini terjadi karena keengganan trader menjual seluruh produk ke PLNBB karena tergiur untung besar harga ekspor. Selain itu, sejumlah perusahaan besar pun bertindak sebagai “pengepul”, membeli batu bara dari para trader dengan harga lebih tinggi dibanding kepada PLNBB, guna menambah volume batu bara yang siap diekspor, sehingga volume yang dijual trader kepada PLNBB turun. Jika masalah ada pada ketamakan oligarki dan “kegagalan” regulator menegakkan aturan, mengapa justru PLNBB yang akan dibubarkan?
Hal-hal di atas bisa menggambarkan sebagian peran PLNBB yang belakangan ini coba dipanggang menjadi kambing hitam agar siap dilenyapkan dan bisnisnya disantap. Harga beli batu bara PLNBB lebih rendah 3% dari HBA, tapi disebarkan informasi bahwa PLNBB menjual lebih mahal dari HBA, sehingga membebani PLN. PLNBB membeli dari broker/trader sesuai dengan harga yang berlaku dan prinsip GCG, namun oleh oligarki tamak dikatakan krisis disebabkan oleh “kesalahan” PLN membeli dari trader.
Pemerintah pernah membubarkan Petral, anak usaha 100% milik Pertamina pada 2015. Petral merupakan “trading arm” yang umum dioperasikan perusahaan migas dunia, dan sangat dibutuhkan guna mendukung bisnis jual-beli minyak. Namun karena dibutuhkan Pertamina, pemerintah kembali mendirikan trading arm pengganti, yakni ISC/PES. PLNBB memang sangat dibutuhkan PLN guna memasok batu bara secara efektif dan efisien, seperti Pertamina membutuhkan ISC/PES. Karena itu PLNBB harus dipertahankan dan rakyat harus menolak pembubarannya. Saat bersamaan, PLNBB harus segera diaudit, kalau perlu secara forensik.
Disadari, sepanjang rakyat tidak paham masalah dan karenanya mudah tertipu informasi sesat dan tidak mampu melawan dengan argumentasi yang valid, maka kebijakan oligarkis yang merugikan BUMN dan rakyat, akan berjalan mulus. Akibatnya rakyat akan menjadi korban berbagai agenda oligarki yang segera akan menghapus harga DMO US$70, mendirikan BLU (akan membuat tarif dan/atau subsidi listrik naik), melenyapkan PLNBB, menjual sub-sub holding PLN untuk kelak peluang bisnisnya dinikmati oligarki, dll. Kita tidak boleh mendiamkan sepak terjang dan agenda oligarki ini. Rakyat harus melawan![]
Jakarta, 17 Januari 2022