Jakarta, OG Indonesia -- PT Indika Energy Tbk. merilis Laporan Keuangan konsolidasi untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2020. Di tengah pandemi sepanjang tahun 2020, Indika Energy membukukan pendapatan sebesar US$ 2.077,2 juta, atau turun 25,4% dibandingkan US$ 2.782,7 juta pada tahun sebelumnya.
"Penurunan pendapatan terutama disebabkan oleh menurunnya pendapatan Kideco Jaya Agung (Kideco) sebesar 20,6%," tulis keterangan resmi perusahaan yang diterima OG Indonesia. Selasa (6/4/2021).
Hal ini diakibatkan harga jual batu bara rata-rata yang menurun sebesar 16,1% dari US$ 45,1 menjadi US$ 37,8 per ton pada tahun 2020 dan volume penjualan yang juga berkurang sebesar 5,4% dari 34,9 juta ton menjadi 33,0 juta ton.
Anak-anak perusahaan lainnya seperti Petrosea juga mencatat penurunan pendapatan sebesar 28,5% dari US$ 476,4 juta pada tahun 2019 menjadi US$ 340,7 juta pada tahun 2020 karena berkurangnya pendapatan dari kontrak pertambangan, Engineering and Construction dan logistic & Support Services.
Kemudian Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS) juga mencatat penurunan pendapatan sebesar 29,5% dari US$ 77,8 juta menjadi US$ 54,9 juta pada tahun 2020 karena menurunnya harga jual dan volume barging dan transhipment.
Sementara itu, Tripatra mencatat penurunan pendapatan sebesar 35,2% dari US$ 462,3 juta menjadi US$ 299,4 juta karena berkurangnya pendapatan dari proyek BP Tangguh dan proyek Emily, serta sudah terlaksananya proyek Vopak di tahun 2019.
Laba Kotor tahun 2020 tercatat menurun 40,5% dari US$ 426,7 juta menjadi US$ 253,9 juta yang diakibatkan penurunan kontribusi dari Kideco dan Tripatra yang mencatatkan rugi kotor sebesar US$31,7 juta di tahun 2020 akibat dari penambahan biaya di proyek BP Tangguh.
Laba Usaha turun sebesar 60,0% dari US$ 289,5 juta menjadi US$ 115,9 juta. Beban Penjualan, Umum dan Administrasi tercatat meningkat 0,6% dari US$ 137,2 juta menjadi US$ 138,0 juta pada tahun 2020 karena naiknya beban terkait dengan upaya Perseroan untuk menjaga kinerja operasional dari dampak pandemi COVID-19, kenaikan dari professional fee terkait pengerjaan consent solicitation dan bertambahnya jumlah karyawan yang terlibat dalam pengembangan proyek baru di dalam Indika Energy Group.
Sementara itu, Beban Keuangan Perseroan juga meningkat sebesar 9,2% dari US$ 109,5 juta menjadi US$ 119,5 juta pada tahun 2020 karena kenaikan pada biaya pendanaan terkait premiun pelunasan dan biaya percepatan terhadap biaya penerbitan emisi yang merupakan akibat dari pelunasan lebih awal terhadap obligasi yang jatuh tempo pada tahun 2022 dan 2023, dan tingkat kupon obligasi baru yang lebih tinggi, serta meningkatnya pinjaman Perseroan.
"Sebagai hasilnya, perseroan membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 117,5 juta, dibandingkan rugi bersih sebesar US$ 18,2 juta pada tahun sebelumnya. Perseroan juga mencatat rugi inti sebesar US$ 52,2 juta pada tahun 2020 dibandingkan laba inti sebesar US$ 75,5 juta pada tahun sebelumnya," lanjut keterangan resmi perusahaan.
Pada akhir tahun 2020, posisi kas, setara kas dan aset keuangan lain Perseroan mencapai US$ 792,1 juta. Realisasi biaya modal (capital expenditure) pada tahun 2020 adalah sebesar US$ 84,2 juta, di mana US$ 34,8 juta di antaranya digunakan untuk pembangunan konstruksi fasilitas terminal bahan bakar oleh Interport di Kariangau, Kalimantan Timur, dan sebesar US$ 30,0 juta dialokasikan untuk Petrosea.
“Kesehatan dan keselamatan karyawan merupakan prioritas utama Indika Energy selama pandemi, yang kami lakukan untuk menjaga kesinambungan operasional Perseroan dan mendukung ketahanan energi nasional. Situasi yang menantang ini memicu kami untuk lebih adaptif dan tangkas dalam melihat peluang usaha demi keberlanjutan Perseroan, serta memperkuat komitmen kami terhadap ESG,” tutur Azis Armand, Wakil Direktur Utama dan CEO Indika Energy.
Diversifikasi ke EBT
Maret lalu, Indika Energy mendirikan PT Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS) – sebuah perusahaan penyedia solusi tenaga surya terintegrasi di Indonesia. Inisiatif ini dilakukan melalui kemitraan dengan Fourth Partner Energy, pengembang solusi tenaga surya terdepan di India yang secara mayoritas Fourth Partner Energy dimiliki oleh The Rise Fund, social impact fund terbesar di dunia. Pendirian EMITS ini merupakan wujud komitmen Indika Energy dalam mendiversifikasi portofolio bisnis, mencapai tujuan keberlanjutan, meningkatkan kinerja ESG serta mendukung upaya pemerintah dalam mencapai target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025.
Sementara itu, sejak 2018 lalu Indika Energy juga memiliki investasi di sektor tambang emas Awak Mas di Sulawesi Selatan. Proyek Awak Mas ini memiliki potensi cadangan sebanyak 1,5 juta ons emas dan 2,4 juta ons sumber daya emas dan ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2023.
Selaras dengan strategi diversifikasi usaha yang dilakukan, Indika Energy menargetkan 50% pendapatan dari sektor non-batubara pada tahun 2025. “Indika Energy akan terus mengeksplorasi sektor usaha lainnya yang sesuai dengan keunggulan dan kapasitas kami. Hal ini merupakan wujud kontribusi kami terhadap pembangunan nasional,” tutup Azis. R2