Jakarta, OG Indonesia -- Menyoal distribusi tertutup elpiji 3 kilogram (kg) yang sekarang lagi ramai dibicarakan sebenarnya sudah pernah dilakukan di Malang, Bali, Tarakan, Batam, dan Gunung Kidul, namun tidak diketahui keberhasilannya. Hingga saat ini distribusi elpiji 3 kg masih dijalankan secara terbuka seperti di daerah lainnya.
Menurut Sofyano Zakaria, Pengamat Energi dan Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), harusnya rencana program distribusi tertutup direncanakan dan dipersiapkan secermat mungkin.
"Sehingga tidak hanya menjadi uji coba serta tidak buru-buru disampaikan secara terbuka kepada masyarakat karena bisa menimbulkan “panic buying” yang akhirnya akan menimbulkan masalah baru bagi pemerintah," kata Sofyano dalam keterangannya, Senin (20/1/2020).
Kendati demikian Sofyano menjelaskan bahwa distribusi elpiji 3 kg selama ini tidak bisa dikatakan tidak tepat sasaran karena tidak ada Peraturan Pemerintah yang tegas dan jelas terkait siapa pengguna yang berhak atas elpiji 3 kg ini. Selain itu, tidak ada juga sanksi hukum terhadap pelanggarannya.
"Melakukan distribusi tertutup dan mengalihkan subsidi kepada orang langsung untuk tujuan mengurangi beban pemerintah atas subsidi pada dasarnya harusnya dilakukan secara adil karena pemerintah tidak melakukan hal yang sama misalnya terhadap BBM Solar subsidi yang ternyata nyaris bisa dibeli bebas oleh siapapun dan nyaris tak dikoreksi naik harga jualnya," paparnya.
Ditambahkan olehnya, jika pemerintah yakin bisa mengalihkan subsidi elpiji kepada orang langsung maka harusnya ini juga bisa dilakukan kepada Solar subsidi yang pada nyatanya pembeli dan penggunanya adalah kendaraan berbahan bakar Solar dan hal ini bisa menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat.
Sofyano menerangkan, terus membengkaknya subsidi elpiji tidak semata disebabkan oleh pengguna tak tepat sasaran tapi juga bisa disebabkan naiknya harga elpiji dunia dan tak pernah dikoreksi naiknya HET elpiji sejak program konversi minyak tanah ke elpiji dijalankan. "Dari sejak tahun 2007 Pemerintah mematok HET sebesar Rp.4.250/kg," tegasnya.
Karena itu menurutnya, jika pemerintah memiliki keberanian mengoreksi HET elpiji 3 kg menjadi bertambah sebesar Rp.5.000/kg atau menjadi sekitar Rp.25.000/tabung, maka pemerintah berpotensi menghemat subsidi sekitar Rp. 34,5 triliun jika kuota elpiji rata rata 6,9 miliar kilogram per tahun.
Ia pun mengingatkan, pada dasarnya masyarakat pun sudah terbiasa membeli elpiji 3 kg jauh di atas ketentuan HET Bupati atau Walikota dan masyarakat nyaris tak komplain soal harga tersebut, tapi akan bereaksi keras jika elpiji langka.
Karena itu Sofyano mengatakan bahwa seharusnya pemerintah mengkaji hal ini.
"Dengan sudah terbiasanya masyarakat membeli elpiji 3 kg jauh di atas HET lewat peran pengecer harusnya ini bisa dijadikan pertimbangan untuk mengkoreksi HET yang ada namun Pemerintah harus menjamin bahwa akan terjadi Elpiji Satu Harga di seluruh pelosok negeri," ucap Sofyano.
Untuk membuat dan menjamin Terwujudnya Elpiji Satu Harga, Sofyano menjelaskan bahwa peran pengecer elpiji yang ada selama ini harus ditetapkan sabagai mata rantai distribusi dengan menjadikannya sebagai Sub Pangkalan. "Dan itu harus ada di setiap RT dan nantinya ini harus dibina dan diawasi penuh oleh Pemerintah Daerah," pungkasnya. (R3/Migas Indonesia)
Distribusi Tertutup Elpiji 3 Kg Harus Cermat dan Adil
Reviewed by OG Indonesia
on
Senin, Januari 20, 2020
Rating: