Jakarta, OG Indonesia -- Desain Thorcon bukan saja akan menghasilkan listrik yang murah tetapi karena melalui pembangunan implementasi dua tahap maka menjadi sangat terstruktur dan saintifik. Hal ini dapat menekan ketidakpastian serta meningkatkan keyakinan baik bagi regulator nuklir maupun pemerintah.
Demikian yang disampaikan oleh Peneliti Senior Batan, Tagor Malam Sembiring pada acara Workshop Pengenalan Desain dan Sistem Keselamatan Pembangkit Thorcon TMSR500 di PLN Puslitbang Duren Tiga, Jakarta. Tagor sendirim memberikan pengetahuan nuklir serta pengenalan desain TMSR500 kepada jajaran PLN dan anak perusahaan yang juga dihadiri pula oleh peserta dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
Republik Indonesia.
Menurut Tagor, implementasi dua tahap terdiri dari Tahap Pengembangan (2 tahun) dan Tahap Pembangunan/Konstruksi-Komisioning (5 tahun). Yang mana bagian terpenting dari tahapan pengembangan adalah fasilitas uji-coba non-fisi yang disebut “non-fission test bed platform”.
“Dengan membangun non-fission test bed platform, apabila lolos semua uji dapat di katakan bahwa desain Thorcon telah 85% proven maka tidak akan seperti membeli kucing dalam karung apalagi tanpa APBN maka tidak ada resiko bagi Pemerintah," demikian kata Tagor.
Menurutnya, melalui non-fission test bed platform ini, panas dihasilkan tanpa reaksi nuklir melalui sistem pemanasan heater listrik untuk melakukan pengujian sistem keselamatan dan sistem termohydrolic, sehingga fasilitas tersebut sangat aman untuk dibangun karena tidak adanya radiasi yang dihasilkan.
Dinyatakan juga bahwa melalui test bed platform banyak jenis eksperimen dapat dilakukan, termasuk juga skenario kejadian Fukushima. Hal ini akan membuktikan bagaimana TMSR memiliki kriteria walk away safety atau dengan kata lain memiliki keselamatan yang tinggi.
Dedi Sunayadi, salah satu anggota tim kajian P3Tek Balitbang ESDM yang telah melakukan pra-kajian terhadap rencana Thorcon yang juga pensiunan pejabat BAPETEN mengatakan, “Reaktor Thorcon yang tidak bertekanan dan sistem keselamatan yang tidak bergantung kepada listrik, maka kejadian seperti Fukushima tidak mungkin terjadi pada desain ini dan skenario Fukushima dapat di uji dengan aman pada test bed platform”.
Sementara Sahala Lumbanraja, pensiunan peniliti senior Batan yang pernah membuat kajian terhadap desain Thorcon yang diterbitkan pada jurnal ilmiah BATAN yang berkesimpulan bahwa desain Thorcon cukup sederhana, sistem keselamatan tinggi, waktu konstruksi lebih pendek dan penyiapan tapak lebih sederhana yang berdampak pada
biaya pembangkitan lebih rendah sehingga layak di pertimbangkan untuk di bangun di Indonesia.
Bob S. Effendi, Kepala Perwakilan Thorcon mengatakan rencana pada tahun 2020 adalah membuat studi persiapan implementasi PLTT bersama PLN yang salah satunya adalah studi tapak baik bagi test bed maupun tapak nuklir serta menyelesaikan proses desain engineering, sehingga pada awal tahun 2021 pre-fission test bed platform sudah dapat di bangun.
“Kami berharap Pemerintah dapat segera mengambil keputusan apalagi dengan biaya listriknya murah dan tanpa APBN mengingat masalah PLTN ini sudah lebih dari tiga dekade maju mundur”, Tutup Bob.
Pelatihan ini dibutuhkan bagi pihak PLN untuk dapat mengenal kemapuan TMSR500 sebagai pembangkit listrik sehingga lebih dapat lebih dioptimalkan kemampuannya sebagai contoh kemampuan Blackstart. Pelatihan lebih lanjut diharapkan dapat dilakukan kembali oleh CEO ThorCon U.S., Lars Jorgensen, pada awal tahun 2020 sebelum melakukan kajian persiapan implementasi PLTT yang dilakukan bersama P3Tek Balitbang ESDM berserta PT PLN Enjiniring (PLNE). R2
Demikian yang disampaikan oleh Peneliti Senior Batan, Tagor Malam Sembiring pada acara Workshop Pengenalan Desain dan Sistem Keselamatan Pembangkit Thorcon TMSR500 di PLN Puslitbang Duren Tiga, Jakarta. Tagor sendirim memberikan pengetahuan nuklir serta pengenalan desain TMSR500 kepada jajaran PLN dan anak perusahaan yang juga dihadiri pula oleh peserta dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
Republik Indonesia.
Menurut Tagor, implementasi dua tahap terdiri dari Tahap Pengembangan (2 tahun) dan Tahap Pembangunan/Konstruksi-Komisioning (5 tahun). Yang mana bagian terpenting dari tahapan pengembangan adalah fasilitas uji-coba non-fisi yang disebut “non-fission test bed platform”.
“Dengan membangun non-fission test bed platform, apabila lolos semua uji dapat di katakan bahwa desain Thorcon telah 85% proven maka tidak akan seperti membeli kucing dalam karung apalagi tanpa APBN maka tidak ada resiko bagi Pemerintah," demikian kata Tagor.
Menurutnya, melalui non-fission test bed platform ini, panas dihasilkan tanpa reaksi nuklir melalui sistem pemanasan heater listrik untuk melakukan pengujian sistem keselamatan dan sistem termohydrolic, sehingga fasilitas tersebut sangat aman untuk dibangun karena tidak adanya radiasi yang dihasilkan.
Dinyatakan juga bahwa melalui test bed platform banyak jenis eksperimen dapat dilakukan, termasuk juga skenario kejadian Fukushima. Hal ini akan membuktikan bagaimana TMSR memiliki kriteria walk away safety atau dengan kata lain memiliki keselamatan yang tinggi.
Dedi Sunayadi, salah satu anggota tim kajian P3Tek Balitbang ESDM yang telah melakukan pra-kajian terhadap rencana Thorcon yang juga pensiunan pejabat BAPETEN mengatakan, “Reaktor Thorcon yang tidak bertekanan dan sistem keselamatan yang tidak bergantung kepada listrik, maka kejadian seperti Fukushima tidak mungkin terjadi pada desain ini dan skenario Fukushima dapat di uji dengan aman pada test bed platform”.
Sementara Sahala Lumbanraja, pensiunan peniliti senior Batan yang pernah membuat kajian terhadap desain Thorcon yang diterbitkan pada jurnal ilmiah BATAN yang berkesimpulan bahwa desain Thorcon cukup sederhana, sistem keselamatan tinggi, waktu konstruksi lebih pendek dan penyiapan tapak lebih sederhana yang berdampak pada
biaya pembangkitan lebih rendah sehingga layak di pertimbangkan untuk di bangun di Indonesia.
Bob S. Effendi, Kepala Perwakilan Thorcon mengatakan rencana pada tahun 2020 adalah membuat studi persiapan implementasi PLTT bersama PLN yang salah satunya adalah studi tapak baik bagi test bed maupun tapak nuklir serta menyelesaikan proses desain engineering, sehingga pada awal tahun 2021 pre-fission test bed platform sudah dapat di bangun.
“Kami berharap Pemerintah dapat segera mengambil keputusan apalagi dengan biaya listriknya murah dan tanpa APBN mengingat masalah PLTN ini sudah lebih dari tiga dekade maju mundur”, Tutup Bob.
Pelatihan ini dibutuhkan bagi pihak PLN untuk dapat mengenal kemapuan TMSR500 sebagai pembangkit listrik sehingga lebih dapat lebih dioptimalkan kemampuannya sebagai contoh kemampuan Blackstart. Pelatihan lebih lanjut diharapkan dapat dilakukan kembali oleh CEO ThorCon U.S., Lars Jorgensen, pada awal tahun 2020 sebelum melakukan kajian persiapan implementasi PLTT yang dilakukan bersama P3Tek Balitbang ESDM berserta PT PLN Enjiniring (PLNE). R2
Peneliti Senior BATAN: Rencana Thorcon Terstruktur dan Saintifik
Reviewed by OG Indonesia
on
Kamis, November 21, 2019
Rating: